DAYA IKAT AIR PADA DAGING DAN UJI KUALITAS DAGING
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Daging segar diperuntukkan bagi otot yang sudah
mengalami perubahan menjadi daging melalui perubahan-perubahan biokimia dan
biofisik setelah penyembelihan ternak termasuk yang sudah mengalami pengolahan
secara minimal melalyui prosedur seperti fabrikasi menjadi retail cuts,
potongan-potongan kubik, pencincangan, marinating atau pembekuan.
Sifat-sifat daging segar menjadi pertimbangan bagi
konsumen rumah tangga maupun bagi para pengolah ditingkat restaurant atau hotel
pada saat membeli daging. Pengolahan lebih lanjut daging segar bisa dikaitkan
dengan sifat-sifat daging tersebut pada saat masih segar
Beberapa sifat daging segar yang menjadi pertimbangan
adalah daya ikat air (water holding capacity), warna, dan tekstur otot.
- Ruang Lingkup Isi
Modul ini membahas tentang sifat-sifat daging segar
yakni daya ikat air, warna, struktur, firmness dan tekstur otot.
- Kaitan Modul
Modul ini merupakan urutan ketiga dari enam
modul Ilmu Daging; diawali dengan pembahasan modul pertama tentang
Pengertian dan Mekanisme Penyediaan Daging, kemudian modul kedua tentang
Konversi Otot Menjadi Daging Setelah pembahasan modul ketiga ini, dilanjutkan
dengan modul keempat tentang Struktur Otot, modul kelima tentang Karakteristik Kualitas
Daging dan diakhiri dengan modul keenam tentang Hubungan Antara Struktur Otot
Dengan Kualitas Daging.
- Sasaran Pembelajaran Modul
Setelah mengikuti modul ini melalui metoda SCL
pembelajar diharapkan mampu untuk menjelaskan sifat-sifat daging segar.
BAB II. PEMBAHASAN
- Daya Ikat Air Oleh Protein (DIA)
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing
disebut sebagai Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai
kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada
pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan
tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari
lingkungan yang mengandung cairan (water absorption).
Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air
yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4 – 5% sebagai lapisan
monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari
molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan
kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga
dalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein,
besarnya kira-kira 10%.
Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan
molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang
berada diantara molekul akan menurun pada saat protein daging mengalami
denaturasi (Wismer-Pedersen, 1971).
Ada beberapa cara pengukuran daya ikat air oleh
protein (DIA) antara lain:
1. Metode Hamm (1972); sampel daging
seberat 0,3 g diletakkan diatas kertas saring diantara dua plat baja tahan
karat, kemudian dibebani seberat 35 kg selama 5 menit. Pada kertas saring akan
terlihat suatu area yang tertutup oleh sampel daging yang telah menjadi pipih,
dan luas area basah disekelilingnya. Kedua area tersebut ditandai atua digambar
pada kertas grafik atau kertas kalkir untuk memudahkan dalam menghitung luas
kedua area tersebut. Area basah diperoleh dengan dengan mengurangkan area yang
tertutup daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas
saring. Kandungan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
mg H2O = area basah
(cm2) - 8,0
0,0948
DIA juga dapat dihitung berdasarkan
persentase antara area basah dari area total.
1. Bouton dkk (1971) menghitung DIA
dengan menggunakan modifikasi metoda sentrifugasi Akroyd pada kecepatan tinggi.
Sampel daging mentah atau masak seberat 1,5 – 2,5 g disentrifugasi pada
kecepatan 100.000 x G (36.000 rpm) selama 60 menit pada suhu 0°C. Sampel
dimasukkan kedalam tabung sentrifuge polipropilena atau nitrit selulosa yang
ditambahkan air suling agar tabung tidak pecah. Setelah sentrifugasi, jus
daging dipisahkan dari residu daging. Residu daging dikeluarkan dari tabung
sentrifuge dan dikeringkan permukaannya dengan kertas isap tanpa tekanan dan
kemudian ditimbang kembali. Dengan demikian, cairan yang keluar dari daging
selama sentrifugasi dapat ditentukan. Total kadar cairan daging mentah
ditentukan dengan menghitung kehilangan berat setelah pemanasan dalam oven pada
suhu 100 – 105°C sampai berat konstan (selama 18 – 24 jam). Kadar lemak juga
ditentukan dengan metoda AOAC (1980). Berat yang hilang dari daging mentah atau
daging masak setelah sentrifugasi disebut sebagai expressed juice atau
kenyataan jus daging (KJ), dan dinyatakan sebagai persentase berat awal daging
mentah. Total jus daging yang hilang (TJH) dinyatakan sebagai persentase, yaitu
jumlah KJ dan persentase cairan daging yang hilang selama pemasakan sebagai
susut masak (SM). Daya ikat air oleh protein daging (DIA) adalah fraksi total
kadar air daging (KA) yang tinggal setelah dikurangi dengan TJ, jadi DIA:
DIA = (KA – TJH)/KA – (TJ/KA)
Jika tidak terdapat susut masak (drip), DIA daging
mentah dapat dinyatakan sebagai:
DIA = 1 – (KJ/KA)
Koreksi terhadap lemak dapat dibuat,
sehingga total kadar air dan total jus yang hilang dinyatakan bebas lemak.
DIA dapat pula dinyatakan sebagai
persentase kenyataan jus (KJ) daging, yaitu:
% KJ = 100 – berat residu daging
setelah sentrifugasi x 100
berat sampel daging awal
Penurunan DIA dapat diketahui
dengan adanya eksudasi cairan yang disebut weep pada daging mentah yang
belum dibekukan atau drip pada daging mentah beku yang disegarkan kembali atau
kerut pada daging masak. Dimana eksudasi tersebut berasal dari cairan dan lemak
daging (Soeparno, 2005).
Faktor-faktor penyebab variasi daya ikat air oleh
protein daging
Ada beberapa faktor yang bisa
menyebabkan terjadinya variasi pada daya ikat air oleh daging daintaranya:
faktor pH, faktor perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan, faktor biologik
seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin dan umur ternak. Demikian pula
faktor pakan, transportasi, suhu, kelembaban, penyimpanan dan preservasi,
kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskuler.
Pengaruh pH
Bouton dkk (1971) dan
Wismer-Pedersen (1971) menyatakan bahwa daya ikat air oleh protein daging
dipengaruhi oleh pH.
DIA menurun dari pH tinggi sekitar 7 – 10 sampai pada
pH titik isoelektrik protein-protein daging antara 5,0 – 5,1. Pada pH
isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama
dengan jumlah muatan negatif) dan solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih
tinggi dari pH isolektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan
dan terdapat surplus muatan negative yang mengakibatkan penolakan dari
miofilamen dan member lebih banyak ruang untuk molekul air. Pada saat pH lebih
rendah dari titik isoelektrik protein-protein daging akan terjadi kelebihan
muatan positif yang mengakibatkan penolakan miofilamen dan akan memberi ruang
yang lebih banyak bagi molekul-molekul air (Gambar 1) . Dengan demikian pada
saat pH daging diatas atau dibawah titik isolektrik protein-protein daging maka
DIA akan meningkat.
Keterangan: a = kelebihan
muatan positif pada miofilamen
b = keseimbangan mauatan positif dan negative
c = kelebihan mauatan negative pada miofilamen
Gambar 1. Hubungan antara
pH daging dengan Daya Ikat Air oleh Protein
daging (Wismer-Pedersen, 1971)
pH otot pascamerat akan menurun pada saat pembentukan
asam laktat akan menurunkan DIA dan akan banyak air yang berasosiasi dengan
protein otot yang bebas meninggalkan searbut otot. Pada titik isolektrik
protein myofibril, filamen myosin dan filamen aktin akan saling mendekat,
sehingga ruang diantara filamen-filamen menjadi kecil. DIA akan menurun pada
saat pemecahan dan habisnya ATP serta pada saat terbentuknya rigormortis.
Menurut Hamm (1956) bahwa dua pertiga dari penurunan DIA otot sapi terjadi pada
saat pembentukan aktomiosin dan habisnya ATP pada saar rigor, sedang
sepertiga lainnya karena penurunan pH.
Penurunan pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan
ATP yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA
protein (Bendall, 1960). Demikian pulu suhu yang tinggi akan mempercepat
penurunan pH otot pascamerta, dan akan meningkatkan penurunan DIA sebagai
akibat dari meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan
air keruang ekstraselular (Penny, 1977).
Pengaruh Maturasi (aging)
Maturasi akan meningkatkan DIA
daging pada berbagai macam pH karena terjadinya perubahan hubungan air –
protein, yaitu peningkatan muatan melalui absorpsi ion K+ dan
pembebasan Ca++, atau melemahnya myofibril karena perubahan struktur
jalur Z dan ban I . Namun, demikian maturasi yang terlalu lama akan menurunkan
DIA dan terjadinya perubahan struktur protein daging.
Pengaruh Pemasakan
Pemasakan daging akan mengakibatkan
solubilitas protein dan berdampak terhadap perubahan DIA. Suhu yang tinggi akan
meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan DIA. Perubahan besar pada DIA
terjadi pada saat suhu pemanasan 60°C (Hamm dan Deatherage, 1960) dan juga akan
menghasilkan kenyataan jus daging yang lebih kecil dibanding pada suhu 50°C
(Bouton dan Harris, 1972).
Pemanasan udara kering juga
mempengaruhi DIA. DIA menurun dengan meningkatnya sushu pemanasan. Penurunan
DIA pada pemanasan mencapai suhu 80°C berhubungan dengan berkurangnya grup
asidik. Hilangnya grup asidik akan meningkatkan pH daging, sehingga titik
isoelektrik daging berubah dan berada pada pH yang lebih tinggi (Hamm, 1960).
Penggaraman daging prarigor yang mempunyai DIA tinggi, kemudian dilakukan penegeringan
beku dapat mempertahankan DIA (Honikel dan Hamm, 1978).
Pengaruh Faktor Biologi
- Daging babi mempunyai DIA yang lebih besar dari daging sapi. Umur tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap DIA pada daging babi, tetapi pada sapi, daging pedet mempunyai DIA yang lebih tinggi daripada daging dari sapi dewasa. Penagruh umur ini, sebagian disebabkan karena laju dan besarnya penurunan pH. Misalnya, pada daging anak sapi dan babi cenderung mempunyai pH ultimat yang lebih tinggi daripada daging sapi dewasa (Lawrie dkk., 1963).
- Terdapat perbedaan DIA pada otot yang sama dan diantara otot, ini disebabkan antara lain karena perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH didalam dan diantara otot berbeda. Fungsi atau aktivitas otot yang berbeda juga mempengaruhi perbedaan DIA, sebagai akibat dari perbedaan jumlah glikogen yang berperan terhadap tingkat pembentukan asam laktat dan penurunan pH bisa bervariasi. Sebagai contoh, otot Semitendinosus (ST) domba mempunyai DIA yang lebih tinggi daripada otot Semimembranosus (SM) dan Biceps femoris (BF). Demikian pula otot Psoas major (PM) sapi dan babi mempunyai DIA yang lebih besar daripada otot Longissimus dorsi (LD).
- Lemak intramuskuler juga mempunyai pengaruh terhadap perbedaan DIA. Otot dengan kandungan lemak intramuskuler tinggi, cenderung memperlihatkan DIA yang tinggi. Hubungan antara lemak intramuskuler dengan DIA adalah kompleks. Lemak intramuskuler mungkin melonggarkan mikrostruktur daging, sehingga membei lebih banyak kesempatan kepada protein daging untuk mengikat air (Hamm, 1960).
- Warna Daging
Warna ditentukan oleh mata, dan merupakan kombinasi
dari beberapa faktor.
Ada tiga atribut yang dipertimbangkan dalam penentuan
warna yakni: hue, chroma, dan value. Hue berhubungan
dengan warna, misalnya kuning, hijau, biru, atau merah, dalam kenyataan hue
dijelaskan lewat panjang gelombang dari radiasi cahaya. Chroma
(kemurnian, atau kejenuhan) menjelaskan jumlah atau intenstitas warna
fundamental. Value merupakan indikasi dari reflectance cahaya
(ketajaman) dari warna yakni terang atau gelap.
Diketahui penentu warna daging adalah pigmen daging
mioglobin, yang mana konsentrasinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
jenis ternak, bangsa, jenis kelamin, umur, jenis otot, tingkat aktivitas otot,
pakan, pH dan oksigen.
Kontributor yang paling penting terhadap warna daging
adalah pigmen yang mengabsorpsi sejumlah panjang gelombang cahaya dan refleksi
lainnya. Namun demikian sejumlah factor mempengaruhi dan memodifikasi cara
dimana warna secara visual diterima. Warna daging adalah total impressi yang
dilihat oleh mata , dan dipengaruhi oleh kondisi pemandangan. Juga terdapat
perbedaan yang jelas diantara individu dalam persepsi tentang warna. Struktur
dan tekstur otot yang dipandang juga mempengaruhi refleksi dan absorpsi cahaya.
Pigmen daging terdiri atas dua protein yakni hemoglobin,
pigmen darah, dan myoglobin, pigmen otot Dalam pencampuran yang tepat
pada jaringan otot, myoglobin terdiri atas 80 -90% dari total pigmen.
Pigmen semacam enzim katalase dan sitokrom juga ada tetapi kontribusinya
terhadap warna adalah sedikit.
Struktur dari kedua pigmen utama adalah sama, kecuali
molekul myoglobin seperempat lebih besar dari molekul hemoglobin.
Myoglobin terdiri atas bagian protein globular (globin)
dan bagian bukan protein disebut cincin heme (Gambar 2). Bagian heme
dari pigmen mendapatkan perhatian khusus karena warna daging sebagian
tergantung dari tingkat oksidasi zat besi didalam cincin heme.
Keterangan: The globin and water are
not part of the planar heme complex. M, V, and P stand for methyl, vinyl, and
propyl radicals attached to the porphyrin ring that surrounds theiron atom
Gambar 2. Representasi skematis heme
kompleks mioglobin (Eberle, dkk., 2001)
Kuantitas mioglobin bervariasi
diantar jenis ternak, umur, jenis kelamin, otot, dan aktivitas fisik, yang akan
memepengaruhi variasi warna daging. Perbedaan jenis ternak terlihat antara
warna ringan pada daging babi dibanding warna merah cerah pada daging sapi.
Warna pucat otot pada karkas anak sapi (veal) adalah indikasi bahwa otot yang
belum dewasa pada ternak mempunyai kandungan mioglobin yang rendah dibanding
pada ternak yang lebih dewasa. Pada pejantan mempunyai otot-otot yang
mengandung lebih banyak mioglobin daripada ternak betina atau jantan kastrasi
pada umur yang sama. Karena perbedaan kandungan mioglobin, otot dada ayam lebih
terang daripada otot yang lebih gelap (tua) warnanya seperti pada kaki dan
paha. Ternak aduan (permainan) mempunyai otot yang lebih gelap daripada ternak
peliharaan (domestic) karena sebagian disebabkan induksi mioglobin oleh
aktivitas fisik. Pada umumnya, daging sapi dan domba mempunyai mioglobin yang
lebih banyak daripada daging babi, anak sapi, ikan atau unggas.
Warna daging dari beberapa jenis ternak:
Daging sapi –
merah cerah (bright cherry red)
Daging babi –
merah pink keabuan (grayish pink)
Ikan – putih
kelabu – merah gelap (gray-white to dark red)
Unggas – putih
kelabu – merah pudar (gray-white to dull red)
Kuda – merah
gelap (dark red)
Anak sapi –
merah pink kecoklatan (brownish pink)
Domba dan anak
domba – merah ringan – merah bata (light red to brick red)
Perbedaan kandungan mioglobin
antar otot (dan banyak variasi diantara jenis ternak) disebabkan karena tipe
serat otot. Pada otot dimana proporsi relatif tinggi (30 – 40%) serat merah
memperlihatkan merah merah gelap (tua). Namun demikian, jika diamati secara
histologis, serat-serat kaya mioglobin masih dapat dilihat bercampur, dengan
mudah dibedakan dengan serat-serat putih. Jadi, warna otot merah gelap adalah
serin sebagaii konsekuensi sederhana dari frekuensi tinggi dari serat-serat
merah.
- Struktur, firmness, dan tekstur
Beberapa sifat-sifat fisik daging segar seperti
struktur, firmness, dan tekstur adalah sukar diukur secara objektif.
Faktor-faktor ini biasanya dinilai oleh konsumen melalui penglihatan, perabaan,
dan pencicipan. Namun demikian, sifat-sifat ini tidak kurang penting daripada
beberapa sifat-sifat daging yang mudah diukur.
Beberapa faktor didalam otot, seperti kondisi rigor
dan hubungannya dengan sifat-sifat daya ikat air, kandungan lemak
intramuskuler, kandungan jaringan ikat, dan ukuran berkas otot memberikan
kontribusi terhadap sifat-sifat fisik.
Kondisi rigor
Selama proses pendinginan karkas, terjadi perkembangan
kekerasan otot yang jelas secara progressif jika dibandingkan dengan kondisi
pada sesaat setelah ternak disembelih. Perubahan ini dikatakan sebagai hasil
dari setting-up karkas selama pendinginan. Peningkatan kekerasan (firmness)
berkembang dari kehilangan ekstensibilatas diikuti dengan rigor mortis, dan
solidifikasi (pengerasan) lemak didalam dan sekitar otot. Pada beberapa otot
sarkomer menjadi sangat pendek (kira-kira 1,5 µm), menunjukkan bahwa
filamen-filamen menghasilkan tingkat overlap yang tinggi dan mikrostruktur
adalah sangat ketat dan tebal.
Selama penyimpanan dan pengolahan daging segar,
otot-otot tetap firm (konsistensi keras, ekstensibel), kondisi lembab
kecuali kalau mengalami tingkat perubahan pascamerta yang tidak biasanya. Juga
terjadi beberapa perubahan yang sangat halus (tidak kentara) yang menghasilkan
perbaikan palatabilitas khususnya keempukan. Perubahan-perubahan ini merupakan
sebagian bertanggung jawab untuk perbaikan palatabilitas yang berkaitan dengan
maturasi (aging) daging.
Daya Ikat Air
Tingkat kemampuan mengikat air
dihubungkan dengan masing-masing tingkat rigor, atau dengan tingkat perubahan
pascamerta, dapat diamati sebab mempunyai skala besar terhadap kekerasan (firmness),
struktur, dan tekstur. Otot-otot dengan proporsi ekstrem tinggi dalam mengikat
air adalah firm (keras), mempunyai struktur ketat, dan mempunyai tekstur
kering atau lengket. Sebaliknya jaringan dengan kemampuan mengikat air yang
rendah adalah lunak (soft) mempunyai struktur yang terbuka (renggang),
dan teksturnya basah atau berbiji/berurat. Pemerataan air intraseluler pada
kasus yang pertama dan air ekstraseluler pada kasus yang terakhir menjelaskan
perbedaan-perbedaan ini yang berhubungan dengan kemampuan mengikat air.
Lemak Intramuskuler
Lemak intramuskuler (marbling)
mempunyai kontribusi terhadap kekerasan (firmness) daging refrigerasi.
Pengerasan (solidifikasi) lemak terjadi selama pendinginan dan membantu
potongan-potongan eceran (retail cuts), seperti steak dan chops,
mempertahankan ketebalan yang seragam dan bentuk yang khas selama penanganan
dan penyimpanan. Marbling juga merupakan factor visual, dan hal semacam
ini mungkin menyenangkan beberapa konsumen yang mengasosiasikannya dengan
cita-rasa dan kebasahan (juiciness), sementara yang lain mungkin menjadi
objek terhadap visualisasi lemak pada daging yang mereka beli.
Jaringan Ikat
Ukuran berkas otot individual
(fasciculi) dan juga jumlah jaringan ikat dalam otot akan mempengaruhi tekstur
daging. Berkas serat otot yang luas dan jumlah jaringan ikat perimisial yang
luas sekitar berkas pertama dan kedua dihubungkan dengan daging bertekstur kasar.
Otot-otot pada daerah limbs (tungkai dan lengan) yang merupakan bagian
pergerakan (lokomotif) secara ektensif mempunyai relative tinggi jumlah
jaringan ikat dan cenderung teksturnya kasar. Sementara itu otot-otot bagian
belakang yang jarang digunakan, seperti longissimus, dan khususnya otot psoas,
mempunyai jaringan ikat yang kurang banyak dan teksturnya halus. Otot-otot yang
kasar adalah kurang empuk daripada otot-otot yang teksturnya halus, kecuali
kalau metoda pemasakan khusus digunakan untuk memecahkan jaringan ikat kolagen
dan dengan demikian mengempukkan daging.
Perimisium sekitar berkas otot
pertama dan kedua tersusun atas terutama kolagen. Kandungan kolagen perimisium
berayun antara 54 – 98% diantara otot-otot utama daging sapi. Kandungan kolagen
sekitar kesluruhan otot berayun antara 13 – 24% pada daging sapi, sementara itu
disekitar endomisium serat-serat otot individual berayun antara 24 – 42%.
Jaringan ikat berperan utama
dalam keempukan/kealotan daging. Namun demikan keempukan produk daging
merupakan hasil dari kombinasi kompleks dari beberapa faktor dimana salah
satunya dapat mengurangi secara serius palatabilitas dari produk tersebut.
- Indikator Penilaian
Melalui pendekatan SCL indicator penilaian didasarkan
pada kemampuan komunikasi, menganalisis, kreavitas, kedisiplinan, kerjasama
team, dan kejelasan tentang sifat-sifat daging.
BAB III. PENUTUP
Sifat-sifat daging segar pada
umumnya dipertimbangkan tidak hanya oleh konsumen daging segar tetapi juga bagi
para pengolah. Bagi konsumen daging segar di Indonesia daya ikat air, warna,
struktur, firmness dan tekstur mungkin tidak menjadi pertimbangan pada
saat membeli daging. Hal ini disebabkan selain karena daya beli yang rendah,
metoda pemasakan daging yang pada umumnya pemasakan lambat, dan juga karena
kurangnya pengetahuan tentang kualitas daging dikaitkan dengan kehilangan gizi
daging pada pemasakan lambat.
Bagi para pengolah sifat-sifat
daging segar ini sangat penting berkaitan dengan produk yang akan dihasilkan.
Pada pengolahan daging yang membutuhkan sifat fungsional yang berkaitan dengan
kekenyalan maka daging segar dengan daya ikat air tinggi menjadi pilihan utama.
Sifat-sifat daging segar akan
mengalami perubahan-perubahan selama penanganan dan penyimpanan; bebrapa faktor
yang berpengaruh terhadap perubahan-perubahan tersebut telah dibahas. Bagi para
pembelajar sifat-sifat daging segar ini bisa kebih dieksplor lagi untuk
mengetahui lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
- Aberle, E.D, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, dan E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4th Ed. Kendall/Hunt Publishing Company, Iowa
- Bechtel, P.J. 1986. Muscle As Food. Academic Press, Inc., Orlando
- Cross, H.R. and A.J. Overby 1988. World Animal Science : Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam
- Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press, Oxford
- Soeparno 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
- Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc., New Jersey
- Wismer-Pedersen, J. 1971. Pada The Science of Meat and Meat Products. 2nd Ed. J.F. Price and B.S. Schweigert, W.H. Frreeman and Co., San Fransisco.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar