Kamis, 23 Oktober 2014

UJI KUALITAS DAGING, PH, UJI MASAK, KEEMPUKAN



DAGING

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas suatu produk sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha produk tersebut. Hal ini juga berlaku pada produk daging. Daging dengan kualitas yang baik akan lebih digemari oleh konsumen. Kualitas daging salah satunya dapat dilihat dari sifat fisik daging tersebut. Pengujian sifat fisik daging diantaranya dilakukan dengan pengujian pH daging, daya mengikat air, susut masak dan keempukan daging.
Sifat fisik daging mempengaruhi kualitas pengolahan daging. Daging yang memiliki kualitas sifat fisik yang bagus tentunya akan memberikan produk pengolahan yang bagus dan akan mempermudah selama proses pengolahannya. Penentuan kualitas sifat fisik daging perlu dikaukan dengan benar dan teliti sehingga menghasilkan data yang akurat. Untuk itu diperlukan keahlian dan keterampilan serta pemahaman lanjut tentang cara dan metode pengujian ini.
Pengolahan, penyimpanan dan pengawatan daging akan mempegaruhi sifat daging ini, sehingga ketika daging akan digunakan kembali akan berbeda dengan jika menggunakan daging segar. Untuk menghindari perubahan sifat fisik yang terlalu besar diperlukan pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi perbahan sifat fisik daging tersebut.
Tujuan
            Praktikum pengujian sifat daging yang dilakukan pengujian pada pH daging, daya mengikat air, susut masak dan keempukan daging bertujuan untuk mengetahui sifat fisik daging berdasarkan parameter tersebut.


TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging segar merupakan daging yang baru dipotong, belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum disimpan untuk waktu yang lama. Daging segar cenderung memeiliki kualitas kandungan nutrisi dan penampakan lebih baik. Hal ini terjadi karena daging belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan  belum disimpan lama. Indikator yang dapat dijadikan kualitas daging ini adalah kekenyalan, warna daging, bau dan tekstur. Selain itu, daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya (Deptan, 2001).
Daging beku adalah daging yang telah mengalami penyimpanan pada suhu dingin. Tujuan penyimpanan ini adalah untuk mengawetka atau agar daging tersebut bisa digunakanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Daging dalam kondisi seperti ini akan mengalami perubahan sifat fisik akibat pengaruh sushu yang dingin.
pH daging
            Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH daging seperti yang dikemukakan oleh Smith  (1978) dan Judge (1989) Stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9). Nilai pH daging ini perlu diketahui karena pH daginga akan menentukan tumbuh dan berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979).
Daya Mengikat Air
            Pengujian daya mengikat air merupan pengujian untuk mengetahui seberapa besar daging tersebut mampu mengikat air bebas. Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006). Selain itu menurut Pearson dan Young (1971) parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya mengikat air pada daging dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban daging, daging yang lembab mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut terhadap air cukup tinggi, sedangkan daging yang agak kering mengindikasikan daya mengikat daging tersebut telah berkurang, hal ini biasanya ditandai dengan penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging DFD).
Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998). Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).
Susut Masak
            Nilai susut masak merupakan nilai massa daging yang berkurang setelah proses pemanasan atau pengolahan masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses pemanasan air dan  cairan nutrisipun akan sedikit yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang berkurangpun sedikit. Menurut Yanti (2008) daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah. Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan mengalami perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging (Anon dan Calvelo, 1980).
Keempukan Daging
Keempukan daging merupakan faktor penting dalam pengolahan daging. Keempukan dapat diukur dengan nilai daya putus Warner-Bratzler (WB). Keempukan sangat berkaitan erat dengan status panjang sarkomer otot. Daging dengan sarkomer yang lebih pendek setelah fase rigormortis memiliki tingkat kealotan lebih tinggi dibanding yang sarkomernya tidak mengalami pemendekan (Swatland, 1984; Locker, 1985; Dutson, 1985). Kualiatas daging akan berpengaruh pada penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu dingin dapat mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (T. Suryati, 2004)
Menurut Pearson & Dutson (1985) pada daging pre rigor yang disimpan pada suhu rendah mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion Ca2+ bebas di luar membran retikulum sarkoplasmik. Hal tersebut memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan terbentuknya ikatan aktin-miosin dan menghasilkan pemendekan sarkomer. Menurut t. Suryati (2004) Semakin tinggi nilai daya putus WB berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat keempukan semakin rendah. Swatland (1984) dan Locker (1985) mengatakan bahwa peningkatan panjang sarkomer secara paralel akan meningkatkan keempukan. Menurut Pearson dan Young (1971), nilai keempukkan daging terbagi atas tiga bagian, yaitu kisaran empuk dengan skala 0-3 Kg/g, cukup/sedang dengan skala 3-6 Kg/g, dan alot dengan skala >6-11 Kg/g.
Alat-alat
Peubah kualitas fisik yang diamati adalah nilai pH dengan metode AOAC (1995), daya iris (keempukan daging) dengan alat Warner- Bratzler Shear (Swatland, 1984), Daya Mengikat Air (DMA) dengan metode Hamm (Soeparno, 1998) serta warna dengan metode Hunter menggunakan alat kromameter dengan ruang warna (color space) dan yang diukur adalah nilai L yaitu nilai kecerahan.


MATERI DAN METODE
Materi
Praktikum analisis sifat fisik daging yaitu pengukuran pada pH daging, daya mengikat air, keempukan daging dan susut masak daging. Keempat pengujian ini menggunakan bahan sampel daging. Alat yang digunakan pada pengukuran pH daging adalah pH meter, larutan buffer pH 7 dan 4 serta tissue. Alat yang digunakan pada pengujian daya mengikat air adalah timbangan digital, carper press dengan tekanan 35 kg/cm2, kertas saring whatman 41, plani meter dan seperangkat alat pemotong. Alat yang digunakan pada pengujian keempukan daging adalah thermometer bimetal, corer, warner bratzler shear force device, timabangan digital, panci perebus dan kompor. Alat yang digunakan pada pengujian susut masak daging adalah thermometer bimetal, timbangan digital, panci perebus dan kompor.
Metode
Setiap pengujian memiliki cara atau metode yang berbeda karena tujuan dan alat yang digunakanpun berbeda. Pengujian pH daging harus menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Untuk pengkalibrasian pH meter tersebut tekan tombol ON pada alat pH meter dan ditunggu beberapa saat sampai pada layar display pH meter muncul tanda “CAL”. Ujung pH meter dicelupkan (elektroda) pada larutan buffer pH 7 dan ditunggu sampai terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan bahwa proseddur kalibrasi pada larutan buffer pH 7 selesai dilakukan. Ujung pH meter dicelupkan kembali pada laarutan buffer pH 4 dan ditunggu beberapa saat sampai terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan bahwa prosedur kalibrasi pada larutan buffer pH 4 selesai dilakukan. Alat pH meter telah selesai dikalibrasi dan siap untuk digunakan. Selanjutnya ujung pH meter ditusukkan pada sampel daging dan dibaca serta dicatat nilai pH yang tertera pada layar display alat pH meter. Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk memperoleh hasil nilai pH yang akurat. Jika pengukuran dilakukan pada sampel yang berbeda, ujung pH meter dibasuh dengan aquades sebelum digunakan kembali dan dikeringkan dengan tissue. Setelah digunakan ujung pH meter dicuci dengan aquades dan dikeringkan kemudian disimpan pada tempatnya.
Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar air bebas yang diikat oleh daging. Pengujian ini diawali dengan penimbangan sampel daging sebanyak 0,3 gram dengan menggunakan timbangan sartorius. Selanjutnya sampel diletakkan diantara dua kertas saring dan dilakukan pengepressan dengan menggunakan carper press selama 5 menit. Setelah selesai dipress, pada kertas saring akan terlihat dua lingkaran yang menunjukkan luas area daging yang keprss (Lingkar Dalam=LD) dan luas area dari air yang keluar dari daging hasil pengepressan (Lingkar Luar=LL atau luas daerah basah). Kertas saring tersebut dikeringkan dan diberi tanda dengan pulpen kediua luasan area tersebut. Kedua luasan area tersebut diukur dengan menggunakan planimeter. Tujuan pengukuran luasan ini adalah untuk mengetahui jumlah air bebas yang keluar dari daging. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan planimeter. Kedua lingkaran (LL dan LD) diberi tanda sebagai awal perhitungan. Titik tengah yang ada pada kaca pembesar planimeter diletakkan pada tanda yang ada dilingkaran (LL atau LD). angka yang tertera pada planimeter merupakan hitungan awal. Kaca pembesar pada planimeter diputar searah jarum jam sesuai dengan lingkara yang sudah ditandai sapai kembali pada titik awal lagi. Angka yang tertera pada planimeter dibaca dan dicatat sebagai hitungan akhir. Perhitungan ini dilakukan pada kedua lingkaran (LD dan LL). Selanjutnya dihitung selisih LL awal dan LL akhir, begitu juga dengan LD. Selisih LL dikurangi dengan selisih LD dibagi 100. Hasil yang diperoleh merupakan luas area basah. Hasil ini dimasukkan kedalam rumus untuk mencari mgH2O. Nilai yang diperoleh menunjukkan jumlah air bebas yang keluar dari daging (dalam mg). Selanjutnya dicari % air bebas. Semakin banyak air bebas yang keluar dari daging menunjukkan  bahwa sampel daging tersebut memiliki kemampuan / daya mengikat air yang rendah.
Pengujian keempukan daging dengan menggunakan daging kira-kira 100 gr. Tapi berat daging ini tidak harus 100 gr. Selanjutnya air direbus sampai mendidih. Thermometer bimetal ditusukkan pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat. Sampel daging direbus sampai suhu didalamnya mencapai 810C, lalu dianggkat dan didinginkan. Selanjutnya daging dipotong searah serat dengan menggunakan corer. Pemotongan dilakukan beberapa kali. Warner bratzler shear force  device dinyalakan. Sampel yang sudah dipotong corer diletakkan pada alat pemotong warner bratzler shear force. Selanjutnya dibaca nilai pada alat tersebut. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kg/cm3) yang diperlukan untuk memotong sampel daging tersebut.
Pengujian susut masak daging menggunakan sampel kira-kira 100 gram. Sampel disiapkan terlebih dahulu. Air direbus sampai mendidih. Thermometer bimetal ditusukkan pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat. Sampel daging direbus sampai suhu didalamnya 810C, lalu diangkat dan didinginkan. Sampel ditimbang sampai beratnya konstan. Selanjutnya dihitung persentase susut masak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. data uji sifat fisik daging segar
KELOMPOK
pH
DMA (%)
Susut Masak (%)
Keempukan
1
5,04
22,51
42,65
2,33
2
5,36
30,67
45,77
5,83
3
5,05
24,09
40,77
8,37
rata-rata
5,15
25,76
43,06
5,51





Tabel 2. data uji sifat fisik daging beku
KELOMPOK
pH
DMA (%)
Susut Masak (%)
Keempukan
4
5,17
18,36
27,33
1,7
5
5,32
22,96
34,71
4,2
6
5,25
42,24
35,12
2,17
rata-rata
5,25
27,85
32,39
2,69






Pembahasan
Setelah melakukan pengujian terhadap sifat fisik daging segar dan daging beku, maka didapatlah hasil yang menggambarkan kualitas daging tersebut. Daging segar memiliki pH 5,15 sedangkan daging beku 5,25. Perbedaan ini sangat sedikit bahkan bisa dikatakan hampir sama. Daging yang mengalami penyimpanan pada suhu dingin dalam waktu yang cukup lama akan mengalami peningkatan pH. Indikator ini dapat dilihat dari warna daging yang akan berubah menjadai agak gelap. Pada hasil pengujian tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Hal tersebut kemungkinan daging beku disimpan belum lama sehingga pHnya pun masih termasuk normal. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979). Faktor lain yang memungkinkan menjadi penyebab pH daging tidak jauh berbeda adalah ketidakakuratan data akibat alat dan ketelitian praktikan.
Hasil pengujian daya mengikat air, daging beku memiliki kemampuan daya mengikat air lebih besar dari pada daging segar. Hasil ini kurang sesuai dengan literatur akibat pembekuan daging, protein mengalami kerusakan sehingga kemampuan protein daging dalam mengikat air bebas akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhattacharya (1988) yang mengatakan bahwa proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air menurun. Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Ketidak sesuaian ini kemungkinan diakibatkan oleh penyimpanan daging beku dalam suhu dingin hanya sebentar sehingga tidak berpengaruh pada nilai daya mengikat airnya. Tapi jika dilihat dari nilai pH hasil ini sesuai, karena semakin tinggi nilai pH maka daya ikat air akan semakin tinggi.
Hasil pengujian susut masak daging menunjukkan bahwa daya mengikat air daging segar lebih besar dari pada nilai susut masak daging beku. Hal ini dapat terjadi karena daya mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada daging segar. Semakin tinggi daya mengikat air daging semakin sedikit cairan yang keluar dari dagiing tersebut. Hal ini mengakibatkan massa dari daging yang berkurang juga sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).
Hasil pengujian pada nilai keempukan daging menunjukkan bahwa nilai keempukan daging segar lebih tinggi (5,51) dari pada nilai keempukan daging beku (2,69). Nilai ini berarti daging beku lebih empuk dari pada daging segar. Hal ini dapat terjadi karena daya ikat air daging beku lebih tinggi sehingga air beratnya hanya sedikit yang menyusut dan keempukannyapun lebih baik.
Jika dilihat dari keempat indikator diatas, semuanya memiliki hubungan yang saling berpengaruh. Semakin tinggi nilai pH maka nilai daya mengikat air daging akan semakin tinggi. Tingginya daya mengikat air ini akan berpengaruh pada nilai susut masak. Semakin tinggi daya mengikat air, maka air ataupun nutrien yang keluar dari daging dalam bentuk Drip akan semain sedikit. Sehingga ketika dimasak daging akan menyusut sedikit. Ketika daging menyusut sedikit dan masih banyak mengandung air maka daging akan semakin empuk.
KESIMPULAN
Pengujian sifat fisik daging ddapat dilakukan pada pH daging, daya mengkat air, keempukan daging dan susut masak daging. Keempat indikator ini saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anon, M. C., dan A. Calvelo. 1980. Freezing rate effects of drip loss of frozen beef. J. Meat Sci. 4: 1.
AOAC (Association of Official Analitycal Chemist). 1995. Official Methods of Analysis, Washington DC.
Bratzler, L. J., A. M. Gaddis dan W. L. Sulbacher. 1977. Freezing Meat. Pada: Fundamental of Food Freezing. N. W. Desrosier and D. K. Tressler, Eds. The AVI Publ., Co., Inc., Wesport, Connecticut.
Judge, M. D., Arberle, E. D. Forrest, J. C. Hendrick, H. B. and Merkel, R. A. 1989. Priciples Meat Science 2nd. Kendall/Hunt Publishing Co, lowa.
Lawrie, R. A. 1979. Meat Science, 3rd edition. Pregamon Press, Oxford.
Locker, R. H. 1985. Cold-induced toughness of meat. In : A. M. Pearson & T. R. Dutson (Eds.). Electrical Stimulation Adv. In Meat Research, Vol 1:1-44. The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Pearson, A. M. & T. R. Dutson. 1985. Scientific basis for electrical stimulation. In : A. M. Pearson & T. R. Dutson (Eds.). Electrical Stimulation Adv. In Meat Research, Vol 1:185- 218. The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Pearson, A. M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press, Inc. San Diego, New York, Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo, and Toronto.
Smith, G. L., G. R.  Culp. dan Z. L. Carperter. 1978. Post Mortem Aging of Carcases, Journal Food Science. 430 : 823.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jerssey.
T. Suryati, M. Astawan, & T. Wresdiyati. 2004. Sifat Fisik Daging Domba yang Diberi Perlakuan Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan. 27(3):101-106
T. Suryati, M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006. Karakteristik Organoleptik Daging Domba yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Pternakan. 29(1):1-6
Yanti, H., Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE (polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 – 27).

LAPORAN PRAKTIKUM UJI KUALITAS DAGING



 UJI KUALITAS DAGING

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan salah satu produk ternak yang menjadi penyuplai protein hewani terbesar bagi masyarakat Indonesia. Daging sapi, kerbau, domba, kambing, ayam dan bebek adalah beberapa jenis daging yang lazim dikonsumsi dan diolah menjadi aneka makanan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan menyebabkan jenis olahan dari daging tersebut berbeda antara satu daaerah dengan daerah lainnya.
Pada umumnya masyarakat Indonesia menghendaki daging yang empuk yang berasal dari hewan ternak yang memiliki umur potong yang muda. Disamping hal tersebut, beberapa jenis olahan makanan dari daging juga mempertimbangkan serat daging, tingkat kekenyalan dan kandungan air dari daging tersebut. Hal ini terkait dengan cara pengolahan dari berbagai olahan makanan tersebut seperti perebusan, penggilingan, pembakaran dan penggorengan.
Daging yang beredar di pasar setiap harinya tentunya memiliki kualitas yang sangat bervariatif. Beragamnya kondisi ternak, cara pemeliharaan dan umur potong dari ternak tersebut menyebabkan kualitas dari daging yang dihasilkan menjadi beragam. Dengan beragam kondisi tersebut, pelanggan harus teliti dalam memillih daging yang akan dikonsumsi.
Beberapa hal yang menjadi patokan kualitas daging diantaranya daya mengikat air, tingkat keempukan, besarnya susut masak dan pH dari daging tersebut. Hal-hal tersebut menjadi indikator akan mutu daging yang dikonsumsi. Hal lain yang bisa diaplikasikan dalam memilih daging adalah dengan memperhatikan warna daging dan bau dari daging tersebut agar terhindar dari tindakan penipuan seperti pengoplosan daging.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas daging dengan melihat daya mengikat air, susut masak, pH daging dan tingkat keempukan dari daging tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging (Suharyanto, 2008).
Daya Mengikat Air
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption).
Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4 – 5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga dalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira-kira 10%. Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun pada saat protein daging mengalami denaturasi (Wismer-Pedersen, 1971).
Susut Masak
Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging hingga mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indicator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan daging (Soeparno, 1992).
Nilai pH Daging
Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH).  Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung.  Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem.  Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat.  Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot.
Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral).  Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat.  Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar  7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-5,6.  Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian).   Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3.  Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja. (Lukman, 2010).
Keempukan Daging
Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem (sebelum pemotongan) seperti genetik (termasuk bangsa, spesies, dan status fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin, serta stres, dan faktor postmortem (setelah pemotongan) yang meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan/pemasakan (aging), pembekuan (termasuk lama dan temperatur penyimpanan), dan metode pengolahan (termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk). Keempukan daging dapat diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya, semakin empuk daging tersebut. Tujuan dari tinjauan ini adalah memberikan informasi mengenai keempukan daging dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.( Tambunan, 2010)
MATERI DAN METODA
Pengukuran pH Daging
Bahan dan Alat :
  • Sampel daging sapi
  • pH meter
  • Larutan Buffer pH 7 dan 4
  • Tissue
Cara Kerja :
  • pH meter dikalibrasi dengan buffer pH 7 dan 4. Prosedur kalibrasi adalah sebagai berikut :
ü        Tekan tombol ON pada alat  pH meter, tunggu beberapa saat sampai pada layar display pH meter muncul tanda “CAL”
ü        Celupkan ujung pH meter (elektroda) pada larutan buffer pH 7, tunggu beberapa saat sampai terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan bahwa prosedur kalibrasi pada larutan buffer pH 7 selesai dilakukan.
ü        Celupkan ujung pH meter (elektroda) pada larutan buffer pH 4, tunggu beberapa saat sampai terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan bahwa prosedur kalibrasi pada larutan buffer pH 4 selesai dilakukan.
ü        Alat pH meter siap untuk digunakan
  • Tusukan ujung alat pH meter pada sampel daging, baca dan catat nilai pH yang tertera pada layar display alat pH meter.
  • Lakukan beberapa kali pengukuran untuk memperoleh hasil nilai pH yang akurat
  • Jika melakukan pengukuran pH dengan sampel yang berbeda, maka sebelum alat pH meter digunakan, ujung alat pH meter dibasuh terlebih dahulu dengan menggunakan aquades, kemudian keringkan dengan tissue. Setelah itu lakukan pengukuran terhadap sampel yang lain.
  • Apabila alat sudah dimatikan atau mati, maka proses kalibrasi harus dilakukan kembali apabila pH meter akan digunakan kembali.
  • Apabila selesai digunakan, ujung alat pH meter dibasuh dengan aquades sampai bersih, kemudian keringkan dengan tissue dan simpan kembali alat pH meter pada tempatnya.
Pengukuran Daya Mengikat Air (DMA / WHC = Water Holding Capacity) Metode Hamm
Bahan dan Alat :
  • Sampel daging sapi
  • Timbangan Digital (Sartorius)
  • Carper Press dengan tekanan 35 kg/cm2
  • Kertas Saring Whatman 41 (diameter 9 cm)
  • Planimeter
Cara Kerja :
  • Timbang sampel sebanyak 0,3 gr dengan menggunakan timbangan Sartorius.
  • Letakan sampel diantara 2 kertas saring, kemudian lakukan pengepresan dengan menggunakan Carper Press selama 5 menit.
  • Setelah selesai dipress, pada kertas saring akan nampak dua lingkaran yang menunjukkan luas area daging yang kepress (Lingkar Dalam = LD) dan luas area dari air yang keluar dari daging hasil pengepressan (Lingkar Luar = LL atau luas area basah). Keringkan sebentar dan kemudian beri tanda dengan bolpoin kedua luasan area tersebut.
  • Untuk mengetahui jumlah air bebas yang keluar dari daging, maka kita harus mengukur luasan kedua area tersebut dengan menggunakan Planimeter.
  • Prosedur penghitungan dengan Planimeter :
ü      Beri tanda pada kedua lingkaran tersebut (LL dan LD) sebagai titik awal penghitungan.
ü      Letakan Titik tengah pada kaca pembesar yang terdapat pada alat Planimeter pada tanda di lingkaran (LL atau LD). Lakukan penghitungan pada titik awal dengan membaca angka-angka yang tertera pada alat sebagai hitungan awal. Setelah dihitung, putar kaca pembesar pada alat Planimeter searah jarum jam mengikuti lingkaran yang sudah ditandai sampai titik awal. Lakukan penghitungan kembali sehingga didapat angka akhir.
ü      Hitung selisih antara hitungan akhir dengan hitungan awal pada masing-masing lingkaran (LL dan LD), kemudian bagi dengan 100. Nilai yang diperoleh munujukkan luas area basah (dalam inch).
ü      Luas Area Basah = (selisih LL – selisih LD)
100
ü      Setelah diperoleh luas area basah, maka masukan nilai tersebut kedala rumus :
mgH2O = luas area basah x 6,45 (konversi inch2 ke cm2) – 8
0,0948
ü      Nilai yang diperoleh menunjukkan jumlah air bebas yang keluar dari daging (dalam milligram). Sedangkan untuk mengetahui persentase dari berapa banyak jumlah air bebas yang keluar adalah sebagai berikut :
% air bebas = mgH2O X  100 %
300
ü      Semakin banyak air bebas yang keluar dari daging menunjukkan bahwa sampel daging tersebut memiliki kemampuan/daya mengikat air yang rendah.
Pengukuran Keempukan Daging
Bahan dan Alat :
  • Sampel daging sapi
  • Thermometer bimetal
  • Corer
  • Warner Bratzler Shear Force Device
  • Timbangan digital
  • Panci perebus
Cara Kerja :
  • Siapkan sampel daging yang akan diuji dengan berat ± 100 gr.
  • Rebus air sampai mendidih.
  • Tusukan thermometer bimetal pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat.
  • Rebus sampel daging sampai suhu dalamnya mencapai 81 oC, lalu angkat dan dinginkan.
  • Daging dipotong searah serat dengan menggunakan corer. Lakukan beberapa kali pemotongan.
  • Nyalakan Warner bratzler shear force device. Letakan sampel daging hasil corer pada alat pemotongan warner bratzler shear force. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kg/cm3) yang diperlukan untuk memotong sampel daging tersebut.
  • Baca dan catat hasil pengukuran.
ü        Angka 0-3   : empuk
ü        Angka >3 – 6 : sedang
ü        Angka > 6 : a lot
Pengukuran Susut Masak Daging
Bahan dan Alat :
  • Sampel daging sapi
  • Thermometer bimetal
  • Timbangan digital
  • Panci perebus
Cara Kerja :
  • Siapkan sampel daging yang akan diuji dengan berat ± 100 gr.
  • Rebus air sampai mendidih.
  • Tusukan thermometer bimetal pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat.
  • Rebus sampel daging sampai suhu dalamnya mencapai 81 oC, lalu angkat dan dinginkan.
  • Timbang sampel sampai beratnya konstan. Persentase susut masak dihitung dengan rumus berikut :
Susut Masak (%) = berat awal-berat akhir X 100 %
berat awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel.1 hasil pengamatan sampel daging sapi.
No
Sampel
Parameter
DMA
pH
% Susut Masak
Keempukan
1
A
81,13
5,53
37,10
4
2
B
89,29
5,50
37,78
4
3
C
96,78
5,37
42,74
5,23
Berdasarkan hasil pengamatan, pH sampel daging tersebut rata-rata 5,4. Menurut Buckle et al. (1987) pH akhir yang tercapai mempunyai pengaruh yang berarti dalam mutu daging. pH rendah (5.1-6.1) menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka sehingga sangat baik untuk pengasinan, berwarna merah muda cerah sehingga disukai oleh konsumen, mempunyai flavor yang lebih disukai dan mempunyai stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan oleh mikroorganisme. pH tinggi (6.2-7.2) menyebabkan daging mempunyai struktur tertutup atau padat dengan warna merah ungu tua, rasa kurang enak dan keadaan yang lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme.
Untuk susut masak memiliki nilai yang semakin besar dari sampel A, B dan C yang secara berturut 37,10%, 37,78% dan 42,74%. Begitu juga dengan kemampuan mengikat air dari sampel tersebut, sampel A memiliki nilai yang lebih rendah dengan 81,13 mgH2O, sampel B 89,29 mgH2O dan sampel C sebesar 96,78 mgH2O. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, susut masak daging sapi dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini diikuti oleh turunnya persentase susut masak daging sapi. Daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah.
Tingkat keempukan pada ketiga sampel daging yang diuji menunjukan angka 4 sampai 5 yang mempunyai arti daging ini dalam kategori sedang. Kategori sedang mempunyai makna bahwa daging tersebut tidak termasuk daging yang empuk maupun daging yang alot. Keempukan daging bisa dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya cara pemeliharaan, umur potong, serat daging dan letak daging dalam karkas.
Setelah hewan mati, metabolisme aerobic tidak terjadi karena sirkulasi darah ke jaringan otot terhenti, sehingga metabolisme berubah menjadi system anaerobic yang menybabkan terbenuknya asam laktat. Adanya penimbunan asam laktat dalam daging menyebabkan turunnya pH jaringan otot. Penurunan pH terjadi karena perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-5,5. Kecepatan penurunan pH sangat dipengaruhi oleh temperature sekitarnya. Suhu tinggi pH turun akan lebih cepat, demikian pula sebaliknya. Kecepatan penurunan pH akan mempengaruhi kondisi fisik jaringan otot. (Lukman, 2010). pH daging dari ketiga sampel memiliki nilai pH yang hampir sama. pH sampel daging secara berturut-turut adalah sebagai berikut sampel A 5,53, sampel B 5,50 dan sampel C 5,37.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa susut masak dipengaruhi oleh daya ikat air. Selain itu susut masak daging berbanding lurus dengan pH dari daging tesebut. Daging yang tergolong kedalam kategori sedang, hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa hal seperti cara pemeliharaan dan umur potong dari ternak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Suharyanto, 2007. Kuliah dasar teknologi hasil ternak. http://suharyanto.wordpress.com. [18 September 2010].
Soeparno, 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Wismer-Pedersen, J. 1971. Pada The Science of Meat and Meat Products. 2nd Ed. J.F. Price and B.S. Schweigert, W.H. Frreeman and Co., San Fransisco.
Lukman, Denny W. Nilai pH Daging (1). http://higiene-pangan.blogspot.com [13 september 2010]
Tambunan, Reny Debora. 2010. Keempukan Daging dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. www.lampung.litbang.deptan.go.id [18 September 2010].
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science.