DAGING
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kualitas
suatu produk sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha produk tersebut. Hal
ini juga berlaku pada produk daging. Daging dengan kualitas yang baik akan
lebih digemari oleh konsumen. Kualitas daging salah satunya dapat dilihat dari
sifat fisik daging tersebut. Pengujian sifat fisik daging diantaranya dilakukan
dengan pengujian pH daging, daya mengikat air, susut masak dan keempukan
daging.
Sifat fisik
daging mempengaruhi kualitas pengolahan daging. Daging yang memiliki kualitas
sifat fisik yang bagus tentunya akan memberikan produk pengolahan yang bagus
dan akan mempermudah selama proses pengolahannya. Penentuan kualitas sifat
fisik daging perlu dikaukan dengan benar dan teliti sehingga menghasilkan data
yang akurat. Untuk itu diperlukan keahlian dan keterampilan serta pemahaman
lanjut tentang cara dan metode pengujian ini.
Pengolahan,
penyimpanan dan pengawatan daging akan mempegaruhi sifat daging ini, sehingga
ketika daging akan digunakan kembali akan berbeda dengan jika menggunakan
daging segar. Untuk menghindari perubahan sifat fisik yang terlalu besar
diperlukan pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi perbahan sifat fisik
daging tersebut.
Tujuan
Praktikum pengujian sifat daging yang dilakukan pengujian pada pH daging, daya
mengikat air, susut masak dan keempukan daging bertujuan untuk mengetahui sifat
fisik daging berdasarkan parameter tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging segar
merupakan daging yang baru dipotong, belum mengalami pengolahan lebih lanjut
dan belum disimpan untuk waktu yang lama. Daging segar cenderung memeiliki
kualitas kandungan nutrisi dan penampakan lebih baik. Hal ini terjadi karena
daging belum mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum disimpan lama.
Indikator yang dapat dijadikan kualitas daging ini adalah kekenyalan, warna
daging, bau dan tekstur. Selain itu, daging segar tidak berlendir, tidak terasa
lengket ditangan dan terasa kebasahannya (Deptan, 2001).
Daging beku
adalah daging yang telah mengalami penyimpanan pada suhu dingin. Tujuan
penyimpanan ini adalah untuk mengawetka atau agar daging tersebut bisa
digunakanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Daging dalam kondisi seperti
ini akan mengalami perubahan sifat fisik akibat pengaruh sushu yang dingin.
pH daging
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH daging seperti yang dikemukakan oleh
Smith (1978) dan Judge (1989) Stres sebelum pemotongan, seperti iklim,
tingkah laku agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot
dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari
5,9). Nilai pH daging ini perlu diketahui karena pH daginga akan menentukan
tumbuh dan berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal
pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9,
tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari
berbagai variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979).
Daya Mengikat Air
Pengujian daya mengikat air merupan pengujian untuk mengetahui seberapa besar
daging tersebut mampu mengikat air bebas. Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan
menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006). Selain itu menurut
Pearson dan Young (1971) parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya
mengikat air pada daging dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban
daging, daging yang lembab mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut
terhadap air cukup tinggi, sedangkan daging yang agak kering mengindikasikan
daya mengikat daging tersebut telah berkurang, hal ini biasanya ditandai dengan
penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging DFD).
Penurunan
nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali
(thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua
air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku
(Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Proses pembekuan juga
dapat meningkatkan kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap
protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air
(Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada
banyaknya cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di
thawing. Semakin tinggi cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai
daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah (Soeparno, 1998).
Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak
(Jamhari, 2000).
Susut Masak
Nilai susut masak merupakan nilai massa daging yang berkurang setelah proses
pemanasan atau pengolahan masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan
daya mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses
pemanasan air dan cairan nutrisipun akan sedikit yang keluar atau yang
terbuang sehingga massa daging yang berkurangpun sedikit. Menurut Yanti (2008)
daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas yang baik
karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah.
Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan mengalami perubahan
protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air protein otot
dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging (Anon dan
Calvelo, 1980).
Keempukan Daging
Keempukan
daging merupakan faktor penting dalam pengolahan daging. Keempukan dapat diukur
dengan nilai daya putus Warner-Bratzler (WB). Keempukan sangat berkaitan erat
dengan status panjang sarkomer otot. Daging dengan sarkomer yang lebih pendek
setelah fase rigormortis memiliki tingkat kealotan lebih tinggi
dibanding yang sarkomernya tidak mengalami pemendekan (Swatland, 1984; Locker,
1985; Dutson, 1985). Kualiatas daging akan berpengaruh pada penyimpanan suhu
dingin, dan penyimpanan pada suhu dingin dapat mengakibatkan terjadinya
pemendekan otot (T. Suryati, 2004)
Menurut
Pearson & Dutson (1985) pada daging pre rigor yang disimpan pada suhu
rendah mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion Ca2+ bebas di luar membran
retikulum sarkoplasmik. Hal tersebut memicu serangkaian reaksi yang
mengakibatkan terbentuknya ikatan aktin-miosin dan menghasilkan pemendekan
sarkomer. Menurut t. Suryati (2004) Semakin tinggi nilai daya putus WB berarti
semakin banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging per sentimeter
persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat keempukan semakin
rendah. Swatland (1984) dan Locker (1985) mengatakan bahwa peningkatan panjang
sarkomer secara paralel akan meningkatkan keempukan. Menurut Pearson dan Young
(1971), nilai keempukkan daging terbagi atas tiga bagian, yaitu kisaran empuk
dengan skala 0-3 Kg/g, cukup/sedang dengan skala 3-6 Kg/g, dan alot dengan
skala >6-11 Kg/g.
Alat-alat
Peubah
kualitas fisik yang diamati adalah nilai pH dengan metode AOAC (1995), daya
iris (keempukan daging) dengan alat Warner- Bratzler Shear (Swatland,
1984), Daya Mengikat Air (DMA) dengan metode Hamm (Soeparno, 1998) serta warna
dengan metode Hunter menggunakan alat kromameter dengan ruang warna (color
space) dan yang diukur adalah nilai L yaitu nilai kecerahan.
MATERI DAN METODE
Materi
Praktikum
analisis sifat fisik daging yaitu pengukuran pada pH daging, daya mengikat air,
keempukan daging dan susut masak daging. Keempat pengujian ini menggunakan
bahan sampel daging. Alat yang digunakan pada pengukuran pH daging adalah pH
meter, larutan buffer pH 7 dan 4 serta tissue. Alat yang digunakan pada
pengujian daya mengikat air adalah timbangan digital, carper press dengan
tekanan 35 kg/cm2, kertas saring whatman 41, plani meter dan seperangkat alat
pemotong. Alat yang digunakan pada pengujian keempukan daging adalah
thermometer bimetal, corer, warner bratzler shear force device, timabangan
digital, panci perebus dan kompor. Alat yang digunakan pada pengujian susut
masak daging adalah thermometer bimetal, timbangan digital, panci perebus dan
kompor.
Metode
Setiap
pengujian memiliki cara atau metode yang berbeda karena tujuan dan alat yang
digunakanpun berbeda. Pengujian pH daging harus menggunakan pH meter. Sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu. Untuk pengkalibrasian pH meter
tersebut tekan tombol ON pada alat pH meter dan ditunggu beberapa saat sampai
pada layar display pH meter muncul tanda “CAL”. Ujung pH meter dicelupkan
(elektroda) pada larutan buffer pH 7 dan ditunggu sampai terdengar bunyi pada
alat yang menunjukkan bahwa proseddur kalibrasi pada larutan buffer pH 7
selesai dilakukan. Ujung pH meter dicelupkan kembali pada laarutan buffer pH 4
dan ditunggu beberapa saat sampai terdengar bunyi pada alat yang menunjukkan
bahwa prosedur kalibrasi pada larutan buffer pH 4 selesai dilakukan. Alat pH
meter telah selesai dikalibrasi dan siap untuk digunakan. Selanjutnya ujung pH
meter ditusukkan pada sampel daging dan dibaca serta dicatat nilai pH yang
tertera pada layar display alat pH meter. Pengukuran dilakukan beberapa kali
untuk memperoleh hasil nilai pH yang akurat. Jika pengukuran dilakukan pada
sampel yang berbeda, ujung pH meter dibasuh dengan aquades sebelum digunakan
kembali dan dikeringkan dengan tissue. Setelah digunakan ujung pH meter dicuci
dengan aquades dan dikeringkan kemudian disimpan pada tempatnya.
Pengujian
daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar air bebas
yang diikat oleh daging. Pengujian ini diawali dengan penimbangan sampel daging
sebanyak 0,3 gram dengan menggunakan timbangan sartorius. Selanjutnya sampel
diletakkan diantara dua kertas saring dan dilakukan pengepressan dengan
menggunakan carper press selama 5 menit. Setelah selesai dipress, pada kertas
saring akan terlihat dua lingkaran yang menunjukkan luas area daging yang
keprss (Lingkar Dalam=LD) dan luas area dari air yang keluar dari daging hasil
pengepressan (Lingkar Luar=LL atau luas daerah basah). Kertas saring tersebut
dikeringkan dan diberi tanda dengan pulpen kediua luasan area tersebut. Kedua
luasan area tersebut diukur dengan menggunakan planimeter. Tujuan pengukuran
luasan ini adalah untuk mengetahui jumlah air bebas yang keluar dari daging.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan planimeter. Kedua lingkaran (LL dan
LD) diberi tanda sebagai awal perhitungan. Titik tengah yang ada pada kaca
pembesar planimeter diletakkan pada tanda yang ada dilingkaran (LL atau LD).
angka yang tertera pada planimeter merupakan hitungan awal. Kaca pembesar pada
planimeter diputar searah jarum jam sesuai dengan lingkara yang sudah ditandai
sapai kembali pada titik awal lagi. Angka yang tertera pada planimeter dibaca
dan dicatat sebagai hitungan akhir. Perhitungan ini dilakukan pada kedua
lingkaran (LD dan LL). Selanjutnya dihitung selisih LL awal dan LL akhir,
begitu juga dengan LD. Selisih LL dikurangi dengan selisih LD dibagi 100. Hasil
yang diperoleh merupakan luas area basah. Hasil ini dimasukkan kedalam rumus
untuk mencari mgH2O. Nilai yang diperoleh menunjukkan jumlah air bebas yang
keluar dari daging (dalam mg). Selanjutnya dicari % air bebas. Semakin banyak
air bebas yang keluar dari daging menunjukkan bahwa sampel daging
tersebut memiliki kemampuan / daya mengikat air yang rendah.
Pengujian
keempukan daging dengan menggunakan daging kira-kira 100 gr. Tapi berat daging
ini tidak harus 100 gr. Selanjutnya air direbus sampai mendidih. Thermometer
bimetal ditusukkan pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada
alat. Sampel daging direbus sampai suhu didalamnya mencapai 810C, lalu
dianggkat dan didinginkan. Selanjutnya daging dipotong searah serat dengan
menggunakan corer. Pemotongan dilakukan beberapa kali. Warner bratzler shear force
device dinyalakan. Sampel yang sudah dipotong corer diletakkan pada alat
pemotong warner bratzler shear force. Selanjutnya dibaca nilai pada alat
tersebut. Tingkat keempukan daging ditunjukkan oleh besarnya kekuatan (kg/cm3)
yang diperlukan untuk memotong sampel daging tersebut.
Pengujian
susut masak daging menggunakan sampel kira-kira 100 gram. Sampel disiapkan
terlebih dahulu. Air direbus sampai mendidih. Thermometer bimetal ditusukkan
pada sampel daging sampai batas indikator yang terdapat pada alat. Sampel
daging direbus sampai suhu didalamnya 810C, lalu diangkat dan didinginkan.
Sampel ditimbang sampai beratnya konstan. Selanjutnya dihitung persentase susut
masak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1.
data uji sifat fisik daging segar
|
|||||
KELOMPOK
|
pH
|
DMA (%)
|
Susut Masak (%)
|
Keempukan
|
|
1
|
5,04
|
22,51
|
42,65
|
2,33
|
|
2
|
5,36
|
30,67
|
45,77
|
5,83
|
|
3
|
5,05
|
24,09
|
40,77
|
8,37
|
|
rata-rata
|
5,15
|
25,76
|
43,06
|
5,51
|
|
Tabel 2.
data uji sifat fisik daging beku
|
|||||
KELOMPOK
|
pH
|
DMA (%)
|
Susut Masak (%)
|
Keempukan
|
|
4
|
5,17
|
18,36
|
27,33
|
1,7
|
|
5
|
5,32
|
22,96
|
34,71
|
4,2
|
|
6
|
5,25
|
42,24
|
35,12
|
2,17
|
|
rata-rata
|
5,25
|
27,85
|
32,39
|
2,69
|
|
Pembahasan
Setelah
melakukan pengujian terhadap sifat fisik daging segar dan daging beku, maka
didapatlah hasil yang menggambarkan kualitas daging tersebut. Daging segar
memiliki pH 5,15 sedangkan daging beku 5,25. Perbedaan ini sangat sedikit
bahkan bisa dikatakan hampir sama. Daging yang mengalami penyimpanan pada suhu
dingin dalam waktu yang cukup lama akan mengalami peningkatan pH. Indikator ini
dapat dilihat dari warna daging yang akan berubah menjadai agak gelap. Pada
hasil pengujian tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Hal tersebut kemungkinan
daging beku disimpan belum lama sehingga pHnya pun masih termasuk normal.
Hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan
tumbuh persis dibawah pH 4 atau diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal
ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai variabel lain di luar faktor
keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979). Faktor lain yang memungkinkan menjadi
penyebab pH daging tidak jauh berbeda adalah ketidakakuratan data akibat alat
dan ketelitian praktikan.
Hasil
pengujian daya mengikat air, daging beku memiliki kemampuan daya mengikat air
lebih besar dari pada daging segar. Hasil ini kurang sesuai dengan literatur
akibat pembekuan daging, protein mengalami kerusakan sehingga kemampuan protein
daging dalam mengikat air bebas akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Bhattacharya (1988) yang mengatakan bahwa proses pembekuan juga dapat meningkatkan
kerusakan protein daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan
semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air menurun. Penurunan
nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali
(thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua
air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku
(Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Ketidak sesuaian ini
kemungkinan diakibatkan oleh penyimpanan daging beku dalam suhu dingin hanya
sebentar sehingga tidak berpengaruh pada nilai daya mengikat airnya. Tapi jika
dilihat dari nilai pH hasil ini sesuai, karena semakin tinggi nilai pH maka
daya ikat air akan semakin tinggi.
Hasil
pengujian susut masak daging menunjukkan bahwa daya mengikat air daging segar
lebih besar dari pada nilai susut masak daging beku. Hal ini dapat terjadi
karena daya mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada daging segar.
Semakin tinggi daya mengikat air daging semakin sedikit cairan yang keluar dari
dagiing tersebut. Hal ini mengakibatkan massa dari daging yang berkurang juga
sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut
masak (Jamhari, 2000).
Hasil
pengujian pada nilai keempukan daging menunjukkan bahwa nilai keempukan daging
segar lebih tinggi (5,51) dari pada nilai keempukan daging beku (2,69). Nilai
ini berarti daging beku lebih empuk dari pada daging segar. Hal ini dapat
terjadi karena daya ikat air daging beku lebih tinggi sehingga air beratnya
hanya sedikit yang menyusut dan keempukannyapun lebih baik.
Jika dilihat
dari keempat indikator diatas, semuanya memiliki hubungan yang saling
berpengaruh. Semakin tinggi nilai pH maka nilai daya mengikat air daging akan
semakin tinggi. Tingginya daya mengikat air ini akan berpengaruh pada nilai
susut masak. Semakin tinggi daya mengikat air, maka air ataupun nutrien yang
keluar dari daging dalam bentuk Drip akan semain sedikit. Sehingga ketika
dimasak daging akan menyusut sedikit. Ketika daging menyusut sedikit dan masih
banyak mengandung air maka daging akan semakin empuk.
KESIMPULAN
Pengujian
sifat fisik daging ddapat dilakukan pada pH daging, daya mengkat air, keempukan
daging dan susut masak daging. Keempat indikator ini saling berhubungan dan
mempengaruhi satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anon, M. C.,
dan A. Calvelo. 1980. Freezing rate effects of drip loss of frozen beef. J.
Meat Sci. 4: 1.
AOAC
(Association of Official Analitycal Chemist). 1995. Official Methods of
Analysis, Washington DC.
Bratzler, L.
J., A. M. Gaddis dan W. L. Sulbacher. 1977. Freezing Meat. Pada: Fundamental of
Food Freezing. N. W. Desrosier and D. K. Tressler, Eds. The AVI Publ., Co.,
Inc., Wesport, Connecticut.
Judge, M.
D., Arberle, E. D. Forrest, J. C. Hendrick, H. B. and Merkel, R. A. 1989.
Priciples Meat Science 2nd. Kendall/Hunt Publishing Co, lowa.
Lawrie, R.
A. 1979. Meat Science, 3rd edition. Pregamon Press, Oxford.
Locker, R.
H. 1985. Cold-induced toughness of meat. In : A. M. Pearson & T. R. Dutson
(Eds.). Electrical Stimulation Adv. In Meat Research, Vol 1:1-44. The Avi
Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.
Pearson, A.
M. & T. R. Dutson. 1985. Scientific basis for electrical stimulation. In :
A. M. Pearson & T. R. Dutson (Eds.). Electrical Stimulation Adv. In Meat
Research, Vol 1:185- 218. The Avi Publishing Company, Inc., Westport,
Connecticut.
Pearson, A.
M dan R. B. Young. 1971. Muscle and Meat Biochemistry. Academic Press, Inc. San
Diego, New York, Berkeley, Boston, London, Sidney, Yokyo, and Toronto.
Smith, G.
L., G. R. Culp. dan Z. L. Carperter. 1978. Post Mortem Aging of Carcases,
Journal Food Science. 430 : 823.
Soeparno.
1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Swatland, H.
J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jerssey.
T. Suryati,
M. Astawan, & T. Wresdiyati. 2004. Sifat Fisik Daging Domba yang Diberi
Perlakuan Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media
Peternakan. 27(3):101-106
T. Suryati,
M. Astawan & T. Wresdiyati. 2006. Karakteristik Organoleptik Daging Domba
yang Diberi Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media
Pternakan. 29(1):1-6
Yanti, H.,
Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik PE
(polyethylen) dan plastik PP (polypropylen) Di pasar arengka kota pekanbaru.
Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (22 – 27).