LAPORAN
PRAKTIKUM
Mata Kuliah :Teknik Penanganan dan
Pengolahan Hasil Ikutan Ternak
Tanggal
: 14 Maret 2013 Dosen
: M.Sriduresta, S.Pt.M.Sc
Laporan ke : 4 Ir.
B. N. Polii
Kelompok : 1/G2 Asisten
: Anugrah Cipta R.
Alhidayat
Arma
Aditya
Fajar
Kusuma P.
Wiwit Junianto
KERUPUK KULIT CEKER AYAM
DEPARTEMAN ILMU PRODUKSI DAN
TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu limbah (by product) yang dihasilkan dari
rumah potong ayam adalah ceker ayam (shank) dalam jumlah yang lumayan besar.
Suryana (2004) melaporkan data statistik pertanian 2003 menunjukkan bahwa produksi
daging sebanyak 973.000 ton. Apabila diperkirakan berat ayam 1,5 kg maka jumlah
ayam yang dipotong adalah 648.666.667 kg dan akan menghasilkan potongan ceker
ayam sebanyak 1.297.333.333 potong. Panjang dari ceker kitra-kira 13 cm dengan keliling 4 cm. Setiap tahun,
jumlah ceker ayam dapat diperkirakan akan terus meningkat karena sejalan dengan
meningkatnya jumlah permintaan konsumen terhadap daging ayam. Hal tersebut
menjadi sebuah peluang bagi kita untuk terus meningkatkan daya guna ceker ayam
dengan proses berbagai jenis dan kreatifitas pengolahan yang menghasilkan suatu
produk yang lebih bernilai ekonomis.
Ceker ayam merupakan salah satu bagian tubuh ayam yang
kurang diminati, yang terdiri dari komponen kulit, otot dan tulang dengan
kandungan kolagen yang tinggi terutama pada bagian kulit. Dengan kandungan
kolagen yang tersebut sehingga diperlukan olahan dari ceker ayam agar menjadi
limbah yang dapat dimanfaatkan dengan seharusnya dan tidak menambah pencemaran
dalam lingkungan. Salah satu komponen ceker ayam yang berpotensi untuk diolah
adalah kulit kaki ayam.
Sampai saat ini
ceker ayam dimanfaatkan sebagai campuran sup dan krupuk ceker. Kulit kaki ayam
merupakan komponen ceker ayam yang berpotensi untuk dikembangkan karena secara
komposisi kimia mengandung kadar air 65,9%, protein 22,98%, lemak 5,6%, abu
3,49%, dan bahan-bahan lain 2,03% (Purnomo
1992). Ceker ayam mengandungprotein yang tinggi pada kulit kaki ayam,yaitu
protein kolagen (Brown et al 1997). Hal ini membuka peluang ntuk diekstraksi
untukmenghasilkan produk gelatin.Nilai tambah dari produk gelatin cukup tinggi
karena selama ini impor gelatin di Indonesia mencapai ribuan ton per tahun.Namun sampai saat ini masih ada kendala dalam pengolahan
hasil ikutan rumah potong ayam yaitu belum ditemukannya teknik ekstraksi
kolagen yang optimal untuk menghasilkan gelatin yang maksimal juga.
Tujuan
Praktikumm ini bertujuan untuk mempelajari cara
pembuatan kerupuk kulit ceker ayam sebagai hasil ikutan dari rumah potong ayam.
TINJAUAN PUSTAKA
Ceker Ayam
Ceker ayam (shank) adalah bagian tubuh ayam yang
terdiri dari komponen kulit, otot dan tulang. Kulit ceker ayam mempunyai
kandungan kolagen yang tinggi sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan
melihat komposisi kimianya yang mendukung yaitu kadar air 65,9%, protein
22,98%, lemak 5,6%, abu 3,49% dan bahan lainnya 2,03% (Purnomo 1992). Brown et
al (1997) tingginya kandungan protein pada kulit ceker ayam terutama kolagen
membuka peluang untuk diekstrak untuk mendapatkan produk gelatin. Pengolahan kulit
ceker ayam dengan mengambil gelatinnya mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi
karena harga gelatin mencapai Rp 60.000 sampai Rp 70.000 per kg.
Ceker
ayam sangat melimpah karena semakin tingginya permintaan konsumen terhadap
dagingayam, makasangatlah penting penanganannyadengan baik agar lingkungan
tempat pemotongan dan sekitarnya dapat terjaga (Miwada dan Simpen2009). Wahyu
dan Gabriel (2007) melaporkan bahwa jumlah pemotongan ayam broiler di Indonesia
pada tahun 2006 sebanyak 8,61 juta ton dan meningkat di tahun 2007 menjadi 9,18
juta ton. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwajika berat ayam yang dipotong
rata-rata 1,5 kg/ekor maka akan didapatkan 6,12 milyar ekor ayam dengan jumlah
ceker sebanyak 12,24 milyar.
Gelatin
Gelatin adalah
salah satu produk yang dihasilkan dari ekstraksi kolagen (protein utama kulit
ternak) dan kolagen adalah hasil ekstraksi dari kulit segar ternak. Pemanfaatan
gelatin sangat luas cakupannya sepertti bahan tambahan pembuatan kosmetik,
produk farmasi dan juga bahan tambahan makanan seperti es krim, permen karet,
mayonnaise dan bahan baku kultur jasad renik(Apriyantono 2003).
Kebutuhan
gelatin di Indonesia selama ini dipenuhi melalui impor dari Negara-negara
penghasil gelatin, padahal di Indonesia sendiri dapat menghasilkan gelatin
misalnya yang diperoleh dari kulit ceker ayam.Indikator untuk mengukur kualitas
fisik produk dapat diukur dengan nilai rendemen.Semakin tinggi nilai rendemen
maka perlakuan yang diterapkan semakin efektif. Jadi, pemanfaatan ceker broiler
khususnya protein kulit ceker sebagai gelatin dapat dilakukan melalui proses
ekstaksi terkombinasi. Metode ekstraksi protein kolagen kulit ceker dapat
menggunakan kombinasi pelarut kloroform-etanol dan heksana-etanol namun, jenis
pelarut kloroform dengan kombinasi etanol 1:3 memberikan hasil yang lebih baik
dengan nilai pH rendah.
Kolagen
Kolagen
merupakan sejenis protein yang nilai gizinya rendah karena mengandung asam
amino prolein dan hidroksiprolein sekitar 10% serta arginin dan sepertiganya
glycin.Kolagen merupakan protein paling berlimpah di dalam
tubuh(Pearson dan Young, 1989). Jaringan kolagen tersusun atas fibril kolagen
yangnampak seperti garis-garis melintang. Fibril ini terorganisasi sesuai
dengan sistembiologis jaringan tersebut. Kolagen merupakan protein yang
mengandung 35% glisin,11% alanin, serta prolin yang cukup tinggi. Komposisi
protein inilah yang menjadidasar pada produksi gelatin (Lehninger, 1990).
Untuk mendapatkan gelatin, kolagen harus
dipisahkan terlebih dahulu dari kulit. Permasalahan untuk mendapatkan kolegen
tersebut belum bisa terselesaikan sehingga untuk mendapatkan gelatin belum
maksimal. Teknik ekstraksi secara konvensional merupakan cara untuk memisahkan
kolagen dari kulit ayam dengan cara memvariasikan temperature, namun didapatkan
hasil yang mudah tengik dan kandungan lemak yang tinggi, sehingga car ini
kurang tepat untuk memisahkan kolagen (Rudiman 1979). Miller et al (1983),
berhasil mengekstak kolagen dengan menggunakan kloroform dan methanol. Namun
hasil diperoleh juga kurang bagus sehingga cara keduanya harus digabungkan
untuk mendapatkan kolagen dengan gelatin yang banyak.
Transformasi
kolagen menjadi gelatin melalui proses denaturasi kolagen.Proses denaturasi ini
meliputi dua tahap, yaitu pemecahan tripel heliks, dan diikutidengan pemecahan
menjadi komponen rantai acak molekul gelatin yang lebih kecil.Proses ini
terjadi karena pemanasan kolagen pada suhu di atas 40°C. Perubahan inihanya
melibatkan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membantu strukturheliks
kolagen tetap stabil (Johns dan Courts, 1977).
Garam
Garam dapur
mengandung 91.62 % NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fedalarn bentuk garam
klorida (Joedawinata, 1976). Garam mempunyai sifat higroskopis sehingga dapat
menyebabkan plasmolisis dan dehidrasi pada sel bakteri,menghambat kerja enzim
proteolitik, mengurangi daya larut oksigen serta menurunkan daya aktivitas air
(Frazier dan Westhoff, 1983). Garam yang digunakandalam proses pengawetan
membutuhkan konsentrasi garam sebesar lebih dari 15%(Ayreset al 1980).
Garam memiliki
fungsi penting yaitu pengawet, kontrol fermentasi, pembentukan tekstur,
pengikat dan pembentukan warna (Savic, 1985). Tekstur, warna, dan rasa dapat
diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan Murtini,
2006). Garam juga berperan dalam meningkatkan flavor, memberikan efek
pengawetan dengan cara menurunkan aktivitas air (aw) dan membatasi pertumbuhan
mikroba (Underriner dan Hume, 1994). Penambahan garam
sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8%
akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Sunarlim, 1992).
Kerupuk
MenurutSiaw
(1985) kerupuk didefinisikan sebagai jenis makanan kecil yang mengalami
pengembangan volume dan membentuk produk yang porous serta mempunyai densitas
yang rendah selama penggorengan.Kerupuk kulit merupakan salah satu produk sari
kerupuk yang biasa di konsumsi sebagai makanan yang mampu membangkitkan selera
makan serta merupakan produk olahan bahan sampingan dari kulit hewan
(Suwarastuti dan Dwikoka, 1989). Kerupuk kulit umumnya dijual dalam bentuk
kerupuk jadi atau sudah digoreng (Permana, 1999). Porositas kerupuk kulit sapi
goreng lebih kecil dan seragam, berwarna lebih cerah dengan permukaan yang
lebih halus, rasanya lebih gurih dan renyah dibandingkan kerupuk kulit kerbau
goreng. Komposisi kimia dan sifat fisik yang berbeda pada kulit hewan akan
menyebabkan produk kerupuk kulit yang dihasilkan berbeda pula (Permana, 1999).
Merica
Merica atau lada
biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat
yang penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat
tersebut disesbabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang terdapat dalam
merica. Rasa pedas dalam merica disebabkan oleh zat piperin, piperanin dan
khasivin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Zaitsev et al., 1969).
Bawang Putih
Astawan dan
Andreas (2008) menyatakan bahwa bawang putih merupakan salah satu komponen
penting dalam bumbu berbagai masakan. Konsumsi bawang putih setengah sampai
satu siung sehari selama sebulan mampu menurunkan kadar kolesterol sebesar 9%.
Salah satu zat antikolesterol yang paling kuat di dalam bawang putih adalah
ajone, suatu senyawa yang juga mencegah penggumpalan darah.
Struktur
morfologi bawang putih terdiri dari akar, batang semu, tangkai bungapendek
(Farrel, 1990). Umbi bawang putih tersusun dari beberapa siung yangdibungkus
dengan kulit putih tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam. Umbitersebut merupakan batang semu dan berfungsi
untuk menyimpan cadanganmakanan. Pemanfaatan
bawang putih sangat banyak dalam bidang industry makanan, rumah tangga dan juga
banyak digunakan sebgai campuran obat. Setiap harinya hampir semu orang tidak
terlepas dari penggunaan bawang putih, sehingga bawang putih harus selalu ada.
Dari survey tahun 2002, produksi bawang putih mencapai 46.393 ton pada luas
wilayah panen 7.923 hektar atau dengan perolehan panen rata-rata 5,9 ton per
hektar (Departemen Pertanian 2003).
Ketumbar
Ketumbar
adalah rempah-rempah kering
berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis,
berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap dimulut (Farrel, 1990).
Ketumbar mempunyai aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Biji ketumbar terutama
mengandung d-linanol, stironelol, bermacam-macam ester, keton
dan aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).
Minyak Goreng
Minyak adalah salah satu jenis trigliserida yaitu
sebagai asam lemak tidak jenuh dan trigliserida ini sangat mudah teroksidasi.
Minyak sangat berpengaruh terhadap penggorengan karena akan memberikan warna
dan rasa yang bagus apabila takaran minyak sesuai dengan yang dibutuhkan
(Fradiani dan Wenti 2009). Minyak merupakan bahan yang selalu digunakan dalam
setiap kali akan menggoreng tidak melihat apa yang akan digoreng dan berapa
banyak minyak yang diperlukan. Tanpa adanya minyak maka makanan yang enak
menyababkan makanan tersebut menjadi tidak disukai. Penambahan minyak goring
akan menambah rasa gurih terhadap produk yang akan dihasilkan dan tidak
kelihatan gosong sehigga menarik untuk dikonsumsi (Kramlich 1971).
METODE
Materi
Pembuatan kulit ceker ayam bahan yang dibutuhkan
antara lain ceker ayam, garam, merica, bawang putih, kapur sirih, ketumbar, dan
minyak goring. Penambahan garam, merica, ketumbar, bawang putih ditentukan dari
bobot ceker setelah direbus dan kulit ceker sudah dipisahkan. Sedangkan
alat-alat yang digunakan adalah kompor, dandang, pisau stainless steel, baskom
dan timbangan.
Metode
Prosedur
pertama yang dilakukan dalam pembuatan kerupuk kulit ceker ayam adalah
pemisahanantara kulit dan tulang ceker ayam yang telah direndam dengan air kapur sirih selama 4 jam dan dihitung
bobot awal ceker tersebut sebelum dipisahkan kulit dan tulang. Pemisahan
antara kulit dan tulang dilakukan hingga kulit dapat terlepas dengan utuh agar
didapatkan gelatin yang bagus. Setelah dipisahkan, kulit ceker dicuci dan
ditimbang bobotnya, lalu ditambahkan garam, bawang putih, merica, dan ketumbar. Bumbu ditambahkan ke dalam
kulit ceker ayam dan diaduk hingga bumbu tercampur sempurna lalu didiamkan
selama kurang lebih 10 menit dengan tujuan agar bumbu meresap. Bumbu ditambahkan sesuai dengan persenan yang telah
ditentukan sesuai bobot kulit setelah dipisahkan dari tulang. Setelah bumbu
meresap lalu kulit ceker dikukus selama 5
, 10, 15 atau 20 menit (tergantung dari perlakuan yang didapat di
kelompok). Hasil pengukusan setelah 5, 10, 15 atau 20 menit lalu kulit cekernya dioven sampai mendapat
bobot yang tetap.Hasil kerupuk ceker ayam setelah dioven lalu langsung digoreng
untuk dijadikan makanan cemilan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kerupuk ceker
dibuat dengan penambahan bumbu yang berbeda setiap kelompok, tiap kelompok
menambahkan bumbu sesuai dengan persenan bobot kulit asam setelah dipisahkan
dari tulang ceker ayam. Setelah melakukan semua prosedur praktikum, didapat
hasil grup setiap kelompok sesuai table di bawah.
Table 1. Hasil Rendemen Kerupuk Kulit Ceker Ayam
kelompok
|
parameter (gram)
|
rendemen (%)
|
|||
bobot awal
|
bobot kulit (basah)
|
bobot kulit
(kering/oven)
|
bobot akhir
|
||
1
|
300
|
65,3
|
22,1
|
19,6
|
6,53
|
2
|
300
|
70,6
|
19,8
|
12,7
|
4,23
|
3
|
300
|
84,6
|
37,5
|
29
|
9,66
|
4
|
300
|
53,2
|
25,6
|
28,9
|
9,63
|
5
|
324
|
55,3
|
26
|
27
|
8,33
|
6
|
334,56
|
110,9
|
57,2
|
50,4
|
15,06
|
7
|
377
|
60,4
|
28,4
|
33,9
|
8,99
|
8
|
300
|
65,6
|
22
|
25,7
|
8,57
|
rata-rata
|
316,945
|
70,7375
|
29,825
|
28,4
|
8,875
|
Perhitungan rendemen diperoleh dari bobot akhir atau bobot setelah kulit
ceker ayam digoreng dibagi dengan bobot awal ceker.
Pembahasan
Kulit ceker ayam
mempunyai kandungan asam amino protein danhidroksiproteinsekitar 10%, arginine,
dan sepertiganya glycin (Fina2010). Ceker ayam juga mengandung omega 3 dan
omega 6 yang cukup tinggi, masing-masing 187 mg dan 2.571 mg per 100 gram.
Omega 3 dan omega 6 merupakan golongan asam lemak tak jenuh ganda yang sangat
penting bagi kesehatan tubuh (Anonim 2010). Ceker ayam merupakan suatu bahan yang dapat diolah untuk
menghasilkan produk yang lebih bernilai ekonomis yang tinggi. Salah satu hasil
pengolahan dari ceker ayam adalah kuerupuk ceker ayam. Produk cukup banyak
diproduksi diskala industri menengah atau rumah.
Hasil pengamatan
dalam pembuatan kerupuk kulit ceker ayam
menunjukkan bahwa perlakuan pengkukusan dan pemanasan kulit ceker ayam dalam
oven menyebabkan ceker ayam kehilangan bobotnya. Selain perubahan bobot dari setiap perlakuan, perubahan fisik juga
terjadi perubahan. Pertama saat ceker setelah direndam dengan air kapur sirih
warna ceker ayam putih dan kulitnya berwarna kuning, setelah direbus warnanya
jadi lebih pucat. Setelah ceker dikeluarkan dari oven warna ceker menjadi
coklat, ceker tersebut digoreng jadi warna coklat tua. Tekstur ceker sebelum direbus
agak keras dan setelah direbus menjadi lembek. Saat kerupuk kulit ceker akan
disajikan tekstur menjadi renyah.
Sebelum ceker direbus kulit ceker
ayam banyak mengandung kolagen, setelah ceker direbus dan dipisahkan dari
tulang ceker yang didapat adalah gelatin yang berasal dari kolagen yang
terkandung dalam kulit ceker tersebut. Dari setiap perlakuan yang diberikan
terhadap ceker ayam selalu ada perubahan kimia yang terjadi terhadap kandungan
ceker ayam. Gelatin tersebut dalam penggorengan kerupuk kulit ceker ayam
berfungsi untuk pengembangan dalam proses penggorengan.
Setelah dilakukan pengeringan dengan
oven selanjutnya kerupuk ceker digoreng dan akan menjadi lebih renyah dan
mengembang. Hal ini terjadi karena pada bahan baku kulit ceker yang digunakan
mengandung gelatin sehingga saat digoreng kerupuk akan mengembang. Kerupuk
ceker harus digoreng dengan penggorengan panas dan penggorengan dingin. Penggorengan
dingin bemanfaat untuk pemanasan sebelum digoreng. Penggorengan dengan minyak
panas bertujuan sebagaipematangkan kerupuk ceker.
Penambahan bumbu dalam pembuatan
kerupuk kulit ceker ayam sesuai dengan persenan pada praktikum adalah agar
banyak bumbu dan kulit ceker ayam ayam seimbang. Untuk setiap kelompok harus
menyesuaikan banyak bumbu dengan bobot kulit ceker ayam setelah direbus dan dikuliti
dari tulang ceker. Apabila bumbu tidak sesuai maka produk yang dihasilkan akan
tidak sesuai rasanya, misalnya akan menimbulkan rasa asin, pahit atam bahkan
sambar.Meskipun setelah melakukan praktikukum hasil kerupuk kulit ceker ayam
rasanya asin, hal ini disebabkan karena kebanyakan garam dan kelamaan dalam
marinasi ceker sebelum di oven.
Rendemen dari setiap kelompok
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bahan dasar ceker ayamnya berbeda, ada
yang 300 g dan ada juga yang lebih dari 300 g. penambahan bumbu juga
mempengaruhi jumlah rendemen dari hasil akhir praktikum. Rendemen setelah
digoreng biasanya akan lebih besar disbanding rendemen sebelum digoreng.
SIMPULAN
Ceker ayam merupakan salah satu
hasil ikutan dari rumah potong ayam yang dapat dimanfaatkan dengan menggunakan
olahan yang lumayan sederhana untuk mendapatkan produk yang mempunyai daya jual
dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Salah satu hasil pengolahan dari ceker
ayam adalah kuerupuk ceker ayam. Kerupuk ceker ayam merupakan suatu produk yang
memiliki kandungan gizi yang baik karena bahan dasar berupa ceker ayam
mengandung gelatin sebagai protein kolagen. Dari setiap perlakuan yang diberikan mulai perendaman hingga selesai
penggorengan selalu ada perubahan kimia maupun fisik dari ceker ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, HA. 2003. Makalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi,
dan Sertifikasi.
Astawan, M. dan
L. K. Andreas. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan.
PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Brown, E.M., King, G., dan Chen, J.M.
1997, “Model of The Helical Portion of A Type I Collagen Microfibril”, Jalca,
92:1-7.
Farrel, K.T.
1990. Spices, Condiments and Seasonings.
Edisi Kedua. Editor Van Vostrand. Reinhold: New York.
Johns, P. dan A.
Courts. 1977. Relationship between collagen and gelatin. In : Ward, A. G. and
A. Courts (eds). 1977. The Science and Technology of Gelatin.
Kramlich,
W.E. 1971. Sausage Product.Dalam:
Price JF dan Scweigert BS, editor.
Lehninger, A. L.
1993. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan : M. Thenawidjaja. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Miller, AJ., Karmas, and Lui, MF. 1983.
Age Related Changes in Collagen of Bovine
Corium: Studies on Extractability Solubility and Molecular Size
Distribution. J. Food Sci. 48: 681-707.
Miwada, I.
Nyoman Sumerta dan I Nengah Simpen. 2009. Peningkatan Potensi Ceker Broiler
Hasil Samping Dari Tempat Pemotongan Ayam (TPA) menjadi Gelatin dengan
Menggunakan Metode Ekstraksi Terkombinasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 1.
Hlm. 82-86.
Pearson, A. M.
dan R. B. Young. 1989. Muscle and Meat Biochemistry. Food Science and
Technology A Series of Monograph. Academic Press Inc., New York.
Permana,
A. W. 1999. Perbandingan Cara Pengolahan, Rendemen dan Mutu Kerupuk Kulit Sapid
an Kerbau Produk Perusahaan. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki
Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Radiman. 1979. Penuntun Pembuatan
Gelatin, Lem dan Kerupuk dari Kulit Hewan Secara Industri Rumah/ Kerajinan.
Balai Penelitian Kulit. Jogyakarta.
Rimbawan, J. W. 1976. Mempelajari pengaruh
perbandingan campuran minyak kelapa sawit, air dan karboksi metal selulosa
terhadap mutu pasta ikan tongkol
(Euthynmus sp). Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Savic, I. V.
1985. Small Scale Sausage Production.
Food and Agriculture Organization of The United Nation:
Rome.
Siaw
, C. L., A. Z. Idrus and S. Y. YU. 1985. Intermediati tecnologu for fish ckaclars
production. J. Food Tech.
Suryana, A. 2004. Ketahanan Pangan Cukup
Baik Meski Belum Sempurna. Sinar
Tani Edisi 31 Desember 2003 – 6 Januari 2004. No. 3028 Th XXXIV.
Suwarastuti,
H dan Dwikoka, B. 1989. Dasar-Dasar Teknologi Hasil Ikutan Ternak. Diktat.
Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wahyu,
T. dan Gabriel. 2007. Produksi Ayam 2007 Naik 5,2 Persen. www.tempointeraktif.com.[10 Maret 2011].
Widyaningsih, T. D. dn E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk
Pangan. Trubus Agrisarana: Surabaya.
Zeitsev, V., I. Kizevtter. L. Lagunov, T.
Makarova, L. Mimder and V. Padsevslow. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publiser: Uni Soviet.