Rabu, 19 Maret 2014

KERUPUK KULIT CEKER AYAM


LAPORAN PRAKTIKUM

Mata Kuliah :Teknik Penanganan dan
 Pengolahan Hasil Ikutan Ternak       
Tanggal : 14 Maret  2013                                   Dosen : M.Sriduresta, S.Pt.M.Sc   
Laporan ke  : 4                                                                    Ir. B. N. Polii
Kelompok    : 1/G2                                             Asisten : Anugrah Cipta R.
                                                                                              Alhidayat
                                                                                             Arma Aditya
                                                                                              Fajar Kusuma P.
                                                                                             Wiwit Junianto


KERUPUK KULIT CEKER AYAM

















DEPARTEMAN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PENDAHULUAN


Latar Belakang

Salah satu limbah (by product) yang dihasilkan dari rumah potong ayam adalah ceker ayam (shank) dalam jumlah yang lumayan besar. Suryana (2004) melaporkan data statistik pertanian 2003 menunjukkan bahwa produksi daging sebanyak 973.000 ton. Apabila diperkirakan berat ayam 1,5 kg maka jumlah ayam yang dipotong adalah 648.666.667 kg dan akan menghasilkan potongan ceker ayam sebanyak 1.297.333.333 potong. Panjang dari ceker kitra-kira  13 cm dengan keliling 4 cm. Setiap tahun, jumlah ceker ayam dapat diperkirakan akan terus meningkat karena sejalan dengan meningkatnya jumlah permintaan konsumen terhadap daging ayam. Hal tersebut menjadi sebuah peluang bagi kita untuk terus meningkatkan daya guna ceker ayam dengan proses berbagai jenis dan kreatifitas pengolahan yang menghasilkan suatu produk yang lebih bernilai ekonomis.
Ceker ayam merupakan salah satu bagian tubuh ayam yang kurang diminati, yang terdiri dari komponen kulit, otot dan tulang dengan kandungan kolagen yang tinggi terutama pada bagian kulit. Dengan kandungan kolagen yang tersebut sehingga diperlukan olahan dari ceker ayam agar menjadi limbah yang dapat dimanfaatkan dengan seharusnya dan tidak menambah pencemaran dalam lingkungan. Salah satu komponen ceker ayam yang berpotensi untuk diolah adalah kulit kaki ayam.
Sampai saat ini ceker ayam dimanfaatkan sebagai campuran sup dan krupuk ceker. Kulit kaki ayam merupakan komponen ceker ayam yang berpotensi untuk dikembangkan karena secara komposisi kimia mengandung kadar air 65,9%, protein 22,98%, lemak 5,6%, abu 3,49%, dan bahan-bahan lain 2,03% (Purnomo 1992). Ceker ayam mengandungprotein yang tinggi pada kulit kaki ayam,yaitu protein kolagen (Brown et al 1997). Hal ini membuka peluang ntuk diekstraksi untukmenghasilkan produk gelatin.Nilai tambah dari produk gelatin cukup tinggi karena selama ini impor gelatin di Indonesia mencapai ribuan ton per tahun.Namun sampai saat ini masih ada kendala dalam pengolahan hasil ikutan rumah potong ayam yaitu belum ditemukannya teknik ekstraksi kolagen yang optimal untuk menghasilkan gelatin yang maksimal juga.




Tujuan

Praktikumm ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan kerupuk kulit ceker ayam sebagai hasil ikutan dari rumah potong ayam.
TINJAUAN PUSTAKA


Ceker Ayam

Ceker ayam (shank) adalah bagian tubuh ayam yang terdiri dari komponen kulit, otot dan tulang. Kulit ceker ayam mempunyai kandungan kolagen yang tinggi sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan melihat komposisi kimianya yang mendukung yaitu kadar air 65,9%, protein 22,98%, lemak 5,6%, abu 3,49% dan bahan lainnya 2,03% (Purnomo 1992). Brown et al (1997) tingginya kandungan protein pada kulit ceker ayam terutama kolagen membuka peluang untuk diekstrak untuk mendapatkan produk gelatin. Pengolahan kulit ceker ayam dengan mengambil gelatinnya mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi karena harga gelatin mencapai Rp 60.000 sampai Rp 70.000 per kg.
Ceker ayam sangat melimpah karena semakin tingginya permintaan konsumen terhadap dagingayam, makasangatlah penting penanganannyadengan baik agar lingkungan tempat pemotongan dan sekitarnya dapat terjaga (Miwada dan Simpen2009). Wahyu dan Gabriel (2007) melaporkan bahwa jumlah pemotongan ayam broiler di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 8,61 juta ton dan meningkat di tahun 2007 menjadi 9,18 juta ton. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwajika berat ayam yang dipotong rata-rata 1,5 kg/ekor maka akan didapatkan 6,12 milyar ekor ayam dengan jumlah ceker sebanyak 12,24 milyar.


Gelatin

Gelatin adalah salah satu produk yang dihasilkan dari ekstraksi kolagen (protein utama kulit ternak) dan kolagen adalah hasil ekstraksi dari kulit segar ternak. Pemanfaatan gelatin sangat luas cakupannya sepertti bahan tambahan pembuatan kosmetik, produk farmasi dan juga bahan tambahan makanan seperti es krim, permen karet, mayonnaise dan bahan baku kultur jasad renik(Apriyantono 2003).
Kebutuhan gelatin di Indonesia selama ini dipenuhi melalui impor dari Negara-negara penghasil gelatin, padahal di Indonesia sendiri dapat menghasilkan gelatin misalnya yang diperoleh dari kulit ceker ayam.Indikator untuk mengukur kualitas fisik produk dapat diukur dengan nilai rendemen.Semakin tinggi nilai rendemen maka perlakuan yang diterapkan semakin efektif. Jadi, pemanfaatan ceker broiler khususnya protein kulit ceker sebagai gelatin dapat dilakukan melalui proses ekstaksi terkombinasi. Metode ekstraksi protein kolagen kulit ceker dapat menggunakan kombinasi pelarut kloroform-etanol dan heksana-etanol namun, jenis pelarut kloroform dengan kombinasi etanol 1:3 memberikan hasil yang lebih baik dengan nilai pH rendah.
Kolagen

Kolagen merupakan sejenis protein yang nilai gizinya rendah karena mengandung asam amino prolein dan hidroksiprolein sekitar 10% serta arginin dan sepertiganya glycin.Kolagen merupakan protein paling berlimpah di dalam tubuh(Pearson dan Young, 1989). Jaringan kolagen tersusun atas fibril kolagen yangnampak seperti garis-garis melintang. Fibril ini terorganisasi sesuai dengan sistembiologis jaringan tersebut. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin,11% alanin, serta prolin yang cukup tinggi. Komposisi protein inilah yang menjadidasar pada produksi gelatin (Lehninger, 1990).
 Untuk mendapatkan gelatin, kolagen harus dipisahkan terlebih dahulu dari kulit. Permasalahan untuk mendapatkan kolegen tersebut belum bisa terselesaikan sehingga untuk mendapatkan gelatin belum maksimal. Teknik ekstraksi secara konvensional merupakan cara untuk memisahkan kolagen dari kulit ayam dengan cara memvariasikan temperature, namun didapatkan hasil yang mudah tengik dan kandungan lemak yang tinggi, sehingga car ini kurang tepat untuk memisahkan kolagen (Rudiman 1979). Miller et al (1983), berhasil mengekstak kolagen dengan menggunakan kloroform dan methanol. Namun hasil diperoleh juga kurang bagus sehingga cara keduanya harus digabungkan untuk mendapatkan kolagen dengan gelatin yang banyak.
Transformasi kolagen menjadi gelatin melalui proses denaturasi kolagen.Proses denaturasi ini meliputi dua tahap, yaitu pemecahan tripel heliks, dan diikutidengan pemecahan menjadi komponen rantai acak molekul gelatin yang lebih kecil.Proses ini terjadi karena pemanasan kolagen pada suhu di atas 40°C. Perubahan inihanya melibatkan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang membantu strukturheliks kolagen tetap stabil (Johns dan Courts, 1977).


Garam

 Garam dapur mengandung 91.62 % NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fedalarn bentuk garam klorida (Joedawinata, 1976). Garam mempunyai sifat higroskopis sehingga dapat menyebabkan plasmolisis dan dehidrasi pada sel bakteri,menghambat kerja enzim proteolitik, mengurangi daya larut oksigen serta menurunkan daya aktivitas air (Frazier dan Westhoff, 1983). Garam yang digunakandalam proses pengawetan membutuhkan konsentrasi garam sebesar lebih dari 15%(Ayreset al 1980).
Garam memiliki fungsi penting yaitu pengawet, kontrol fermentasi, pembentukan tekstur, pengikat dan pembentukan warna (Savic, 1985). Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Garam juga berperan dalam meningkatkan flavor, memberikan efek pengawetan dengan cara menurunkan aktivitas air (aw) dan membatasi pertumbuhan mikroba (Underriner dan Hume, 1994). Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Sunarlim, 1992).


Kerupuk


MenurutSiaw (1985) kerupuk didefinisikan sebagai jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang porous serta mempunyai densitas yang rendah selama penggorengan.Kerupuk kulit merupakan salah satu produk sari kerupuk yang biasa di konsumsi sebagai makanan yang mampu membangkitkan selera makan serta merupakan produk olahan bahan sampingan dari kulit hewan (Suwarastuti dan Dwikoka, 1989). Kerupuk kulit umumnya dijual dalam bentuk kerupuk jadi atau sudah digoreng (Permana, 1999). Porositas kerupuk kulit sapi goreng lebih kecil dan seragam, berwarna lebih cerah dengan permukaan yang lebih halus, rasanya lebih gurih dan renyah dibandingkan kerupuk kulit kerbau goreng. Komposisi kimia dan sifat fisik yang berbeda pada kulit hewan akan menyebabkan produk kerupuk kulit yang dihasilkan berbeda pula (Permana, 1999).


Merica

Merica atau lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat yang penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disesbabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang terdapat dalam merica. Rasa pedas dalam merica disebabkan oleh zat piperin, piperanin dan khasivin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Zaitsev et al., 1969).

Bawang Putih

Astawan dan Andreas (2008) menyatakan bahwa bawang putih merupakan salah satu komponen penting dalam bumbu berbagai masakan. Konsumsi bawang putih setengah sampai satu siung sehari selama sebulan mampu menurunkan kadar kolesterol sebesar 9%. Salah satu zat antikolesterol yang paling kuat di dalam bawang putih adalah ajone, suatu senyawa yang juga mencegah penggumpalan darah.
Struktur morfologi bawang putih terdiri dari akar, batang semu, tangkai bungapendek (Farrel, 1990). Umbi bawang putih tersusun dari beberapa siung yangdibungkus dengan kulit putih tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam. Umbitersebut merupakan batang semu dan berfungsi untuk menyimpan cadanganmakanan. Pemanfaatan bawang putih sangat banyak dalam bidang industry makanan, rumah tangga dan juga banyak digunakan sebgai campuran obat. Setiap harinya hampir semu orang tidak terlepas dari penggunaan bawang putih, sehingga bawang putih harus selalu ada. Dari survey tahun 2002, produksi bawang putih mencapai 46.393 ton pada luas wilayah panen 7.923 hektar atau dengan perolehan panen rata-rata 5,9 ton per hektar (Departemen Pertanian 2003).


Ketumbar

Ketumbar adalah rempah-rempah kering berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap dimulut (Farrel, 1990). Ketumbar mempunyai aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Biji ketumbar terutama mengandung d-linanol, stironelol, bermacam-macam ester, keton dan aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).

Minyak Goreng

Minyak adalah salah satu jenis trigliserida yaitu sebagai asam lemak tidak jenuh dan trigliserida ini sangat mudah teroksidasi. Minyak sangat berpengaruh terhadap penggorengan karena akan memberikan warna dan rasa yang bagus apabila takaran minyak sesuai dengan yang dibutuhkan (Fradiani dan Wenti 2009). Minyak merupakan bahan yang selalu digunakan dalam setiap kali akan menggoreng tidak melihat apa yang akan digoreng dan berapa banyak minyak yang diperlukan. Tanpa adanya minyak maka makanan yang enak menyababkan makanan tersebut menjadi tidak disukai. Penambahan minyak goring akan menambah rasa gurih terhadap produk yang akan dihasilkan dan tidak kelihatan gosong sehigga menarik untuk dikonsumsi (Kramlich 1971).


METODE


Materi

Pembuatan kulit ceker ayam bahan yang dibutuhkan antara lain ceker ayam, garam, merica, bawang putih, kapur sirih, ketumbar, dan minyak goring. Penambahan garam, merica, ketumbar, bawang putih ditentukan dari bobot ceker setelah direbus dan kulit ceker sudah dipisahkan. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kompor, dandang, pisau stainless steel, baskom dan timbangan.





Metode

Prosedur pertama yang dilakukan dalam pembuatan kerupuk kulit ceker ayam adalah pemisahanantara kulit dan tulang ceker ayam yang telah direndam dengan air kapur sirih selama 4 jam dan dihitung bobot awal ceker tersebut sebelum dipisahkan kulit dan tulang. Pemisahan antara kulit dan tulang dilakukan hingga kulit dapat terlepas dengan utuh agar didapatkan gelatin yang bagus. Setelah dipisahkan, kulit ceker dicuci dan ditimbang bobotnya, lalu ditambahkan garam, bawang putih, merica, dan ketumbar. Bumbu ditambahkan ke dalam kulit ceker ayam dan diaduk hingga bumbu tercampur sempurna lalu didiamkan selama kurang lebih 10 menit dengan tujuan agar bumbu meresap. Bumbu ditambahkan sesuai dengan persenan yang telah ditentukan sesuai bobot kulit setelah dipisahkan dari tulang. Setelah bumbu meresap lalu kulit ceker dikukus selama 5 , 10, 15 atau 20 menit (tergantung dari perlakuan yang didapat di kelompok). Hasil pengukusan setelah 5, 10, 15 atau 20 menit lalu kulit cekernya dioven sampai mendapat bobot yang tetap.Hasil kerupuk ceker ayam setelah dioven lalu langsung digoreng untuk dijadikan makanan cemilan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kerupuk ceker dibuat dengan penambahan bumbu yang berbeda setiap kelompok, tiap kelompok menambahkan bumbu sesuai dengan persenan bobot kulit asam setelah dipisahkan dari tulang ceker ayam. Setelah melakukan semua prosedur praktikum, didapat hasil grup setiap kelompok sesuai table di bawah.

Table 1. Hasil Rendemen Kerupuk Kulit Ceker Ayam
kelompok
parameter (gram)
rendemen (%)
bobot awal
bobot kulit (basah)
bobot kulit (kering/oven)
bobot akhir
1
300
65,3
22,1
19,6
6,53
2
300
70,6
19,8
12,7
4,23
3
300
84,6
37,5
29
9,66
4
300
53,2
25,6
28,9
9,63
5
324
55,3
26
27
8,33
6
334,56
110,9
57,2
50,4
15,06
7
377
60,4
28,4
33,9
8,99
8
300
65,6
22
25,7
8,57
rata-rata
316,945
70,7375
29,825
28,4
8,875
Perhitungan rendemen diperoleh dari bobot akhir atau bobot setelah kulit ceker ayam digoreng dibagi dengan bobot awal ceker.


Pembahasan

Kulit ceker ayam mempunyai kandungan asam amino protein danhidroksiproteinsekitar 10%, arginine, dan sepertiganya glycin (Fina2010). Ceker ayam juga mengandung omega 3 dan omega 6 yang cukup tinggi, masing-masing 187 mg dan 2.571 mg per 100 gram. Omega 3 dan omega 6 merupakan golongan asam lemak tak jenuh ganda yang sangat penting bagi kesehatan tubuh (Anonim 2010). Ceker ayam merupakan suatu bahan yang dapat diolah untuk menghasilkan produk yang lebih bernilai ekonomis yang tinggi. Salah satu hasil pengolahan dari ceker ayam adalah kuerupuk ceker ayam. Produk cukup banyak diproduksi diskala industri menengah atau rumah.
Hasil pengamatan dalam pembuatan kerupuk kulit ceker ayam menunjukkan bahwa perlakuan pengkukusan dan pemanasan kulit ceker ayam dalam oven menyebabkan ceker ayam kehilangan bobotnya. Selain perubahan bobot dari setiap perlakuan, perubahan fisik juga terjadi perubahan. Pertama saat ceker setelah direndam dengan air kapur sirih warna ceker ayam putih dan kulitnya berwarna kuning, setelah direbus warnanya jadi lebih pucat. Setelah ceker dikeluarkan dari oven warna ceker menjadi coklat, ceker tersebut digoreng jadi warna coklat tua. Tekstur ceker sebelum direbus agak keras dan setelah direbus menjadi lembek. Saat kerupuk kulit ceker akan disajikan tekstur menjadi renyah.
            Sebelum ceker direbus kulit ceker ayam banyak mengandung kolagen, setelah ceker direbus dan dipisahkan dari tulang ceker yang didapat adalah gelatin yang berasal dari kolagen yang terkandung dalam kulit ceker tersebut. Dari setiap perlakuan yang diberikan terhadap ceker ayam selalu ada perubahan kimia yang terjadi terhadap kandungan ceker ayam. Gelatin tersebut dalam penggorengan kerupuk kulit ceker ayam berfungsi untuk pengembangan dalam proses penggorengan.
            Setelah dilakukan pengeringan dengan oven selanjutnya kerupuk ceker digoreng dan akan menjadi lebih renyah dan mengembang. Hal ini terjadi karena pada bahan baku kulit ceker yang digunakan mengandung gelatin sehingga saat digoreng kerupuk akan mengembang. Kerupuk ceker harus digoreng dengan penggorengan panas dan penggorengan dingin. Penggorengan dingin bemanfaat untuk pemanasan sebelum digoreng. Penggorengan dengan minyak panas bertujuan sebagaipematangkan kerupuk ceker.
            Penambahan bumbu dalam pembuatan kerupuk kulit ceker ayam sesuai dengan persenan pada praktikum adalah agar banyak bumbu dan kulit ceker ayam ayam seimbang. Untuk setiap kelompok harus menyesuaikan banyak bumbu dengan bobot kulit ceker ayam setelah direbus dan dikuliti dari tulang ceker. Apabila bumbu tidak sesuai maka produk yang dihasilkan akan tidak sesuai rasanya, misalnya akan menimbulkan rasa asin, pahit atam bahkan sambar.Meskipun setelah melakukan praktikukum hasil kerupuk kulit ceker ayam rasanya asin, hal ini disebabkan karena kebanyakan garam dan kelamaan dalam marinasi ceker sebelum di oven.
            Rendemen dari setiap kelompok berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bahan dasar ceker ayamnya berbeda, ada yang 300 g dan ada juga yang lebih dari 300 g. penambahan bumbu juga mempengaruhi jumlah rendemen dari hasil akhir praktikum. Rendemen setelah digoreng biasanya akan lebih besar disbanding rendemen sebelum digoreng.


SIMPULAN

            Ceker ayam merupakan salah satu hasil ikutan dari rumah potong ayam yang dapat dimanfaatkan dengan menggunakan olahan yang lumayan sederhana untuk mendapatkan produk yang mempunyai daya jual dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Salah satu hasil pengolahan dari ceker ayam adalah kuerupuk ceker ayam. Kerupuk ceker ayam merupakan suatu produk yang memiliki kandungan gizi yang baik karena bahan dasar berupa ceker ayam mengandung gelatin sebagai protein kolagen. Dari setiap perlakuan yang diberikan mulai perendaman hingga selesai penggorengan selalu ada perubahan kimia maupun fisik dari ceker ayam.


DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, HA. 2003. Makalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi, dan Sertifikasi.
Astawan, M. dan L. K. Andreas. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Brown, E.M., King, G., dan Chen, J.M. 1997, “Model of The Helical Portion of A Type I Collagen Microfibril”, Jalca, 92:1-7.
Farrel, K.T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. Edisi Kedua. Editor Van Vostrand. Reinhold: New York.
Johns, P. dan A. Courts. 1977. Relationship between collagen and gelatin. In : Ward, A. G. and A. Courts (eds). 1977. The Science and Technology of Gelatin.
Kramlich, W.E. 1971. Sausage Product.Dalam: Price JF dan Scweigert BS, editor.
Lehninger, A. L. 1993. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan : M. Thenawidjaja. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Miller, AJ., Karmas, and Lui, MF. 1983. Age Related Changes in Collagen of Bovine
Corium: Studies on Extractability Solubility and Molecular Size Distribution. J. Food Sci. 48: 681-707.
Miwada, I. Nyoman Sumerta dan I Nengah Simpen. 2009. Peningkatan Potensi Ceker Broiler Hasil Samping Dari Tempat Pemotongan Ayam (TPA) menjadi Gelatin dengan Menggunakan Metode Ekstraksi Terkombinasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 1. Hlm. 82-86.
Pearson, A. M. dan R. B. Young. 1989. Muscle and Meat Biochemistry. Food Science and Technology A Series of Monograph. Academic Press Inc., New York.
Permana, A. W. 1999. Perbandingan Cara Pengolahan, Rendemen dan Mutu Kerupuk Kulit Sapid an Kerbau Produk Perusahaan. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Radiman. 1979. Penuntun Pembuatan Gelatin, Lem dan Kerupuk dari Kulit Hewan Secara Industri Rumah/ Kerajinan. Balai Penelitian Kulit. Jogyakarta.
Rimbawan, J. W. 1976. Mempelajari pengaruh perbandingan campuran minyak kelapa sawit, air dan karboksi metal selulosa terhadap mutu pasta ikan tongkol
(Euthynmus sp). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Savic, I. V. 1985. Small Scale Sausage Production. Food and Agriculture Organization of The United Nation: Rome.

Siaw , C. L., A. Z. Idrus and S. Y. YU. 1985. Intermediati tecnologu for fish ckaclars production. J. Food Tech.
Suryana, A. 2004. Ketahanan Pangan Cukup Baik Meski Belum Sempurna. Sinar       Tani Edisi 31 Desember 2003 – 6 Januari 2004. No. 3028 Th XXXIV.
Suwarastuti, H dan Dwikoka, B. 1989. Dasar-Dasar Teknologi Hasil Ikutan Ternak. Diktat. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wahyu, T. dan Gabriel. 2007. Produksi Ayam 2007 Naik 5,2 Persen. www.tempointeraktif.com.[10 Maret 2011].
Widyaningsih, T. D. dn E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana: Surabaya.
Zeitsev, V., I. Kizevtter. L. Lagunov, T. Makarova, L. Mimder and V. Padsevslow. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publiser: Uni Soviet.